Sungchan yang termasuk ke dalam 10℅ populasi manusia bertangan kidal di dunia tadinya mengira masa remajanya akan berlangsung biasa-biasa saja.
Orang bilang, 13 itu angka sial, namun Sungchan tidak percaya hal-hal mistis dan rekam jejaknya selama 16 tahun telah membuktikan mereka salah. Meski tidak berasal dari keluarga konglomerat kaya raya, Sungchan punya orang tua lengkap dan hubungan baik dengan kakak laki-laki yang 2 tahun lebih tua darinya.
Di rumah, si bungsu Sungchan mendapat dukungan maksimal dari orang tuanya untuk mengembangkan bakatnya di bidang olahraga. Gudang di kediamannya penuh dengan perlengkapan bermain ski miliknya, bola, perkakas, skateboard kakaknya, dan alat pemanggang ayah yang dikeluarkan saat kakek-nenek dan para sepupu datang. Pada musim dingin, dia lebih sering berada di luar daripada duduk manis di depan perapian. Bahkan pernah suatu kali, dia pulang setelah berjam-jam bermain di danau yang membeku dengan rambut hitam yang jadi putih, hidung memerah, serta demam yang bertahan 3 hari lamanya.
Sang ibu tentu saja mengomel, kamu bisa mati ketimbun salju!
Sungchan dengan santai membantah, nggak akan, Ma, dan mengulanginya lagi segera usai pulih.
Sedangkan di sekolah, Sungchan mendapati dirinya menjadi murid yang menonjol tanpa melakukan apa-apa. Katakanlah, tinggi badan warisan ayah ini merupakan faktor utama. Sejak hari pertama, dia menarik perhatian karena tingginya yang menjulang. Jadi saat bicara dengannya, mereka harus mendongak yang menyebabkan leher mereka pegal, biasanya disusul pertanyaan yang lumrah, kamu waktu kecil minum susu apa? Kalau sudah begitu, Sungchan hanya tertawa, dan simsalabim, tiba-tiba ada undangan masuk ke tim basket sekolah yang dialamatkan padanya!
Setidaknya, sesederhana itulah hidup pemuda bermarga Jung ini sebelum ombak pasang bencana zombie menerjang.
Sungchan menengok ke kiri; tidak ada rekan timnya. Tidak ada pula sosok ibu yang akan berteriak dari dapur bila dia bermain game terlalu lama. Lihat. Lihatlah. Yang ada tak lebih dari sisa-sisa ibu kota dari sebuah negara yang dulu berada di puncak masa kejayaannya.
Sungchan menghela napas, kembali fokus ke tugasnya. Grace, yang duduk di sebelahnya, bertanya apa Sungchan bisa menyetir, karena khawatir Rim akan memperlambat mereka. Ada masalah antara Rim dan Haechan一atau jangan-jangan Rim bermasalah dengan semua orang?一sehingga Rim tidak peduli Haechan hidup atau mati. Tapi Grace peduli, dan gadis itu lega mengetahui Sungchan mahir mengemudi berkat pelajaran dari kakaknya walupun secara hukum itu belum diperbolehkan.
Keberuntungan keduanya, jalanan lengang. Tak ada turis yang mondar-mandir atau masyarakat lokal yang lalu-lalang. Para penyintas lain pasti bersembunyi kecuali di situasi darurat dan penyintas itu segila Aru yang justru menyarankan tamasya ke tempat yang pada intinya adalah kamar eksekusi berukuran lebih besar.
Grace melesak lebih dalam ke jok mobil, Sungchan tidak bercanda saat menyebutnya mungil. Dia lebih kurus dan pendek ketimbang Karina. "Jadi ...." Sungchan tidak tahan dengan keheningan ini. "Apa kamu dan Haechan sekelas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...