Bundang adalah kota terdekat dengan Seoul.
Bundang merupakan salah satu kota terkaya di Korea Selatan. Sulit untuk sekadar membeli sepetak apartemen di sana kecuali kamu pengusaha, pialang saham, atau sebatang ranting yang berasal dari pohon keluarga kaya raya. Menurut koran langganan ayah Mark, harga hunian di Bundang bisa memicu sakit kepala, bahkan menandingi Seoul sendiri yang bangga pada Gangnam-nya. Hal itu karena kota yang dibangun pada tahun 1990-an itu menyuguhkan pemandangan yang berbeda dari kota kebanyakan. Taman dan ruang hijau di Bundang konon sama umumnya dengan kedai kue beras.
Tapi itu dulu.
Berbagai bayangan tentang Bundang di masa kini berseliweran di kepala Mark keesokan paginya. Perasaannya terbagi dua antara lega dan khawatir ketika semalam semua anggota kelompoknya setuju mengganti Jeju dengan Bundang. Jeno mengaku pernah ke kota itu untuk sebuah turnamen sepak bola, Karina juga pernah mengunjunginya untuk liburan. Namun, tak ada yang benar-benar mengenal tetangga Seoul itu. Akan sangat mudah tersesat di sana. Bundang akan jadi tantangan baru mereka.
Itulah kenapa sejak pagi Mark sudah bersama Jeno di halaman, memilih dua mobil terbaik yang akan mereka tumpangi. Pilihan jatuh pada Mazda merah dan Mitsubishi putih. Kendaraan yang tereliminasi dikuras bensinnya. Mark menyelinap ke dalam saat jelas Jeno bisa mengurus semuanya, menuju kamar Grace, dan mengetuk pintunya. "Boleh aku masuk?"
Ketukan itu sejatinya hanya formalitas. Pintu kamar Grace terbuka. Gadis itu dan Karina sedang memeriksa pakaian sambil cekikikan. Karina melambai padanya. "Mark, sini, aku baru mau ngasih pujian buat selera fashion-mu. Ini BAGUS pakek huruf besar."
"Wah, aku emang layak dipuji, apalagi kalau inget perjuangan dapetinnya."
"Gara-gara kasir nggak ramah itu, ya?"
"Apa?"
"Kasir nggak ramah." Lirikan Karina menunjuk Grace yang segan menjalin kontak mata dengan Mark. "Itu sebutan Grace."
Mark tertawa singkat. "Bener." Lalu dia diam, berdiri canggung, dan dilanda semacam kekosongan yang akan melanda laki-laki mana pun di hadapan dua orang gadis yang salah satunya terang-terangan mengabaikannya.
Butuh setengah menit bagi Karina untuk menyadari adanya kekeliruan. Dia bergegas undur diri. "Aku, em, mendadak haus." Pintu tertutup di belakangnya.
Sepeninggal Karina, Mark bersandar di dinding dan memulai percakapan dengan cara yang payah. "Hai."
Grace menghela napas. "Pagi yang sibuk, Mark? Aku denger kamu dan Jeno ribut dari tadi."
"Kayaknya aku dan Jeno bukan satu-satunya yang sibuk. Kayaknya," Mark sengaja berpaling dari wajah Grace ke pakaian-pakaian di tempat tidur, "Kamu juga sibuk berkemas."
"Pengamatan yang brilian."
Kali ini tawa Mark lebih tulus. "Apa itu artinya kamu udah pertimbangin permintaanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...