43. Kita Melawan I

816 206 72
                                    

Jeno baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno baik. Jeno selalu baik.

2 tahun berteman dengannya, Mark melihat betapa sukses orang tuanya mendidiknya jadi pemuda luar biasa. Terlahir sendiri adalah tantangan, tapi lahir bersama seorang kembaran adalah ujian. Menjadi anak kembar merupakan hadiah dan kutukan yang berdampingan. Tak terhitung berapa kali ia mendengar orang-orang membandingkan Jeno dan Jaemin dari segi fisik, prestasi, atau hal-hal yang sebetulnya tidak penting.

"Jaemin pinter di pelajaran biologi, kok kamu malah remedi?"

"Olahraga rutin biar kesannya keren di mata cewek ya, Jen? Percuma kalau soal pacaran Jaemin terus yang duluan."

"Aku lebih suka Jaemin, senyumnya manis. Jeno kalau diem seringnya kelihatan dingin."

Mark tidak mengerti. Obsesi semua orang yang ingin mereka mirip dalam segala aspek ia pikir sudah tidak sehat. Ia saja jengah jadi pihak ketiga, terlebih yang bersangkutan. Banyak teman-teman di sekolah mereka yang gagal memahami bahwa anak kembar mungkin berbagi DNA dan fitur wajah yang sama, namun mereka tetaplah 2 makhluk dengan perasaan dan tingkah laku yang kompleksitasnya berbeda. Pasti melelahkan rasanya, saat seseorang menatapmu tapi malah melihat orang lain.

Namun Jeno tidak mengeluh. Jika dia pernah merasa lelah dengan takdirnya yang tidak bisa diubah, dia tidak sekali pun mengutarakannya. Jeno yang Mark kenal adalah seseorang yang terlalu baik untuk dunia ini一dan Mark takut sifat itu pula yang akan mengantarnya ke gerbang kematian.

Secara teori, peluru itu seharusnya mengenainya, memecah susunan otak dan mencerai-beraikan tulang tengkoraknya. Jeno seharusnya mati, dan yang tersisa darinya hanyalah nama serta kenangan. Mustahil sembuh dari luka semacam itu一kamu membutuhkan Tuhan dan keajaiban untuk menolongmu.

Namun Mark melupakan Jaemin.

Dalam cengkeraman rasa panik, tubuh semata-mata bereaksi berdasarkan insting. Kamu akan melindungi tiap jiwa yang kamu sayangi. Kerja otak boleh saja lambat, hati silahkan menjerit jangan!, tapi tubuhmu akan melawannya meski bertaruh nyawa. Jaemin menubruk pria ke-4, mengacaukan rencananya yang sedikit lagi akan berhasil. Peluru yang mengincar Jeno terbang ke langit, lantas pergi tanpa pamit.

Efek buruknya, Jaemin terjatuh, membawa pria itu bersamanya. Spontan saja mereka bergumul memperebutkan senjata. Debu-debu kotor berterbangan ibarat kawanan semut yang sarangnya dialiri air. Glock di sakunya terlempar. Jaemin mendendangkan geraman asing jauh dari tempat tergelap dalam dirinya, yang tak pernah berimajinasi sanggup membunuh seseorang.

Di rumah pertama dia dilanda ragu menyakiti sesama makhluk hidup. Dia kasihan, dia tak dapat menyingkirkan sisa-sisa peradaban dan norma-norma dasar manusia waras yang menyebut membunuh itu salah. Kini, dia bertindak tak lain demi menumpahkan darah.

Ujung moncong senjata itu berganti-ganti sasaran antara pemilik aslinya dan Jaemin, tergantung siapa yang mendominasi. Kekuasaan bergeser semudah kumbang mengepakkan sayap. Saat pria itu masih enggan menyingkirkan telunjuknya dari lengkungan pelatuk, Jaemin menggunakan panjang senjatanya sendiri, tepatnya bagain grip-nya yang kokoh dan lebar, untuk menumbuk hidungnya berkali-kali seperti lesung. "Nggak berani tangan kosong?"

What Makes Us Human ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang