Pada suatu ketika di masa hidupnya, Michael Jackson idola Haechan pernah berujar, "When 1 person believes in something, it's a dream. When 2 persons share the same dream, it's the beginning of a new reality."
Realita yang dihadapi Haechan sekarang adalah, dia punya terlalu banyak makanan dan stok air tapi terlalu sedikit amunisi. Sisa peluru di pistolnya hanya berjumlah total seluruh jari tangannya, jadi suka tidak suka ia dan Grace harus mencari persediaan baru.
Masalahnya, di mana?
Ada 1 tempat yang terlintas di benak Haechan. 1 tempat yang tepat dan kebetulan dekat. Jaraknya bisa ditempuh dalam hitungan menit, lalu mereka akan sampai...
"Hoi!" Tepukan dari belakang memotong tali lamunan Haechan. Grace muncul memakai pakaian sepupunya yang feminim berupa atasan crop top berlengan pendek, celana jeans yang menyulap kakinya menjadi lebih jenjang, serta sepatu olahraganya yang usang namun nyaman. "Pompanya udah kamu teken?"
Dia terlihat cantik, seorang pejuang yang siap beraksi, dan itu saja cukup membuat Haechan bengong beberapa detik. "Oh, lupa."
Diiringi senyum malu, ia menekan bulatan hitam di pompa sedot yang tertancap ke mobil Lexus ayahnya sedangkan lainnya terhubung ke sebuah jerigen merah. Melalui selang beningnya, mereka menyaksikan bensin yang beraroma menyengat perlahan mengalir dan berpindah tempat.
"Itu otomatis?"
"Untungnya. Ayah beli ini waktu liburan ke luar kota, jadi kita nggak perlu ribet ganti kendaraan tiap bensinnya habis."
Menghela dirinya naik, Grace duduk di atas jok hitam mengilap Ducati yang panas usai ditinggal di luar berjam-jam lamanya. "Kenapa nggak pakek mobil aja?"
Bila mau jujur, Haechan akan berkata dia sudah terlanjur menyukai motor yang mengantarnya kemari itu. Mirip cinta pandangan pertama, tapi pada kendaraan. Hanya saja agar terkesan lebih berwibawa, dia beralasan, "Motor lebih praktis kalau kita terpaksa lewat jalan yang sempit atau jalan yang penuh sama bangkai mobil."
"Oh." Bagian paling menyenangkan dari Grace adalah dia mendengarkan, selalu mendengarkan, dan tidak pernah ambil pusing menyangkut hal-hal yang tidak penting. Penjelasan Haechan ia tanggapi dengan anggukan. "Sebenernya aku nggak suka motor ini, tapi terserah kamu."
"Nggak suka motor? Kenapa?"
"Khusus yang ini."
"Kenapa?" Ulang Haechan kedua kalinya.
Seolah bukan perkara yang serius, Grace mengangkat bahunya sekilas. "Urusan masa lalu. Omong-omong peluru di pistol kamu tinggal berapa?"
Tepat seperti yang dipikirkan! "Sepuluh. Sebelumnya ada 11 sih..."
"Yang ke-11 ke mana?"
Tak mungkin Haechan mengungkap bahwa peluru itu hampir meledakkan kepala si Park Jisung. Bisa-bisa Grace mengajaknya berkelahi di sini. Haechan nyengir. "Urusan masa lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
Fiksi PenggemarJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...