Pagi itu adalah pagi yang cerah.
Temperaturnya hangat untuk ukuran bulan februari, dengan hembusan angin yang menyejukkan alih-alih membekukan. Hari yang cocok untuk berfotosintesis, ibu Renjun pasti akan berkata demikian. Tapi ah, Ma, ini bukan saat yang tepat untuk bersantai, terlebih meninggal. Ada nyawa yang harus dipertahankan dan untuk itu dia tidak bisa diam saja.
Tanpa merenungi lebih dalam tindakannya, Renjun melepaskan tembakan yang seketika memecahkan kaca belakang Hyundai. Kaca itu bukan tandingan pelurunya. Sinar mentari yang tak terlalu terik memudahkan Renjun untuk membidik, namun hidup kadang merupakan rangkaian kekecewaan.
Pengemudinya tidak terluka.
"Hei! Berhenti!" Renjun menembak lagi. Peluru keduanya mendarat beberapa senti dari mobil sebelum kendaraan itu berbelok ke kiri ... Mengenai seorang zombie yang menatapnya seolah ia rusa dan mereka adalah singa.
"Renjun!" Panggil Jaemin di belakangnya.
Zombie-zombie peninggalan pria berkemeja biru mengepungnya kian rapat dari segala sisi. Entah darimana pria itu mendapatkan teman-temannya yang tidak ramah ini, dia telah meninggalkan mereka untuk dihadapi kelompoknya. Tangan Renjun masih siaga. Dia berjalan mundur sambil memberondong mereka dengan tembakan. 3 kali lagi dan pelurunya pun habis.
Haechan sudah memberinya les tambahan cara mengisi ulang pistol, namun Renjun harus mengamankan diri lebih dulu, jadi ia masuk ke apotek. Jaemin, Grace dan Jisung segera menutup akses utama tempat itu usai pintu sukses menelan tubuh Renjun.
Tapi seolah puluhan zombie yang menyerbu masih kurang menantang, dunia sedang ingin bercanda dengan membuat pintu itu tidak bisa ditutup sepenuhnya.
"Bajingan itu kabur?" Jaemin mengerang muak, selagi mengerahkan tenaga maksimal membendung serangan zombie dari luar. "Berengsek."
Renjun yang tangannya gemetar mengisi kembali pistolnya. 1 magasin masuk, 1 lagi di saku. Gerakannya canggung. Dia memang tak seahli Haechan di bidang ini, namun bunyi memuaskan ketika ia mengokang senjatanya menandakan semua caranya sudah benar. "Jaemin, apa ada kunci pintu di meja kasir? Kalau pintunya bisa dikunci, itu bakal ngasih kita waktu beberapa detik, mungkin bahkan menit."
"Nggak ada kunci apapun, udah aku periksa."
"Kamu yakin?"
Dengan raut penuh penyesalan, Jaemin mengiyakan. "Kita bisa lari dari pintu kedua, mungkin ada mobil yang bisa kita pakai."
"Beresiko," sanggah Jisung. "Mereka pasti ngejar kita, dan di luar sana pasti ada zombie lain."
Jaemin mengganti taktik. Matanya bergerak-gerak gelisah dari 1 titik ke titik yang lain, menelaah dan mencari solusi di situasi sulit ini. "Gimana kalau kita geser rak-rak itu? Jisung, pindah ke sini, biar aku dan Renjun yang kerja一"
"Nggak akan sempet." Grace mematahkan harapan Jaemin dengan ucapannya. "Rak itu terlalu berat dan kaca ini terlalu rapuh. Kita butuh solusi lain."
"Oke, duo genius, berarti pilihan terakhir kita tembak mereka? Aku bawa semua一"
Kedua kalinya, perkataan Jaemin terpotong, bukan disebabkan Grace melainkan retakan yang dibuat para zombie dengan hantaman kepala mereka. Kedengarannya seperti palu yang memukul-mukul kayu. Kedengarannya seperti sebuah akhir yang tak terhentikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Makes Us Human ✔️
FanfictionJika hidup di tengah-tengah monster, unsur apa yang menjadikan kita manusia? Ketika sebuah pandemi mengguncang dunia, ekonomi banyak negara lumpuh dan masyarakat kalang kabut, sehingga saat ada yang mengklaim memiliki vaksin, mereka tidak berpikir p...