02 - 6 : Berlakunya Aturan 'No Touch'

290 22 1
                                    

Di sisi lain, seseorang sedang benar-benar memanjatkan doa. Dia adalah Ibu Suri Hyoyu, yang percaya akan segala takhayul dan roh-roh halus. Dengan khidmat, dia berdoa pada leluhurnya sendiri di Kuil Jongmyo, sebelum Dayang Han memberitahukan bahwa Selir Kerajaan Jo Hwajin datang berkunjung. Ibu Suri Hyoyu dengan senang hati menerima kedatangannya. (Kuil Jongmyo, kuil kerajaan tertua yang digunakan sebagai tempat penghormatan dan ritual-ritual upacara sjak abad ke-14. Kuil ini dijadikan Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1995. [id.m.wikipedia.org])

Ibu Suri Hyoyu dan Hwajin duduk bersama disaksikan lukisan leluhur mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu Suri Hyoyu dan Hwajin duduk bersama disaksikan lukisan leluhur mereka.

“Auh, kau sungguh anggun, seperti yang sering kudengar. Rupanya Yang Mulia Raja sangat pandai menilai wanita, ya?” puji Ibu Suri Hyoyu, belum apa-apa.

“Anda berlebihan,” jawab Hwajin, merendah sambil tersenyum.
Ibu Suri Hyoyu mengeluarkan sebungkusan surat yang kemudian dia sodorkan pada Hwajin seraya berkata, “Ini untukmu. Isinya adalah hal yang tentu kau perlukan untuk kehidupan di istana. Silakan dilihat.”

Hwajin pun mengambil bungkusan itu dan mengeluarkan isinya, yang rupanya adalah selembar jimat. Dia segera bertanya pada Ibu Suri Hyoyu mengenai jimat apa itu sebenarnya, hanya lewat sedikit gerakan mata.

Ibu Suri Hyoyu pun berkata, “Memang begitulah kehidupan istana; tak ada tempat untuk berlabuh, tapi begitu mulai merasa resah, tak ada pula yang bisa mengobatinya. Ah iya, sebutkanlah waktu kelahiranmu?”

Jo Hwajin hendak bicara, tapi, “Hm, kita harus mencari tahu apa yang harus kau lakukan agar dapat mengandung putra mahkota,” Ibu Suri Hyoyu memotong sendiri pertanyaan yang diajukannya, “Aih? Hahahahahah. Seharusnya kita pikirkan dulu cara agar kau bisa segera ‘sekamar’ dengan Raja.”

Hwajin hanya senyum.

“Kalau kau memerlukan jimat yang lebih ampuh, katakan saja padaku ya? Aku punya kenalan seorang dukun yang pandai sekali mengguna-guna. Terakhir kali pun, hasilnya sangat bagus,” bisik Ibu Suri Hyoyu, bukan gosip.

“Yang Mulia, mohon maaf,” Hwajin menyela, “alasan saya memasuki istana ini tidak lain hanyalah agar menjadi bantuan bagi Yang Mulia Raja semata.”

“Oh, aku salah rupanya,” Ibu Suri Hyoyu tampak tersinggung.

“Oh, ucapan dan perilaku saya telah berlebihan rupanya,” ucap Hwajin, segera, sebelum Ibu Suri Hyoyu menjadi murka.

“Tidak,” jawab Ibu Suri Hyoyu, tenang saja, “tidak perlu kau pikirkan.”

Hwajin pun hanya mengangguk.

“Omong-omong, ini,” Ibu Suri Hyoyu bukan mengalihkan pembicaraan, “belum lama dilantik, kau sudah harus kesepian dalam waktu lama. Oh, malangnya. Bagaimana ini?”

“Ya?” Hwajin tak paham maksudnya.

“Raja dan Ratu,” Ibu Suri Hyoyu memberi tahu, “telah diputuskan akan ‘sekamar’ selama tujuh malam. Oh, petir sekalipun tak boleh mengganggu, jangankan hanya angin atau kabut. Tidak ada yang bisa menghentikan mereka.”

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang