08 - 4: Kesalahpahaman yang Membangun

218 18 7
                                    

Kim Jwageun menunggu di Ruang Pustaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim Jwageun menunggu di Ruang Pustaka. Ketika orang yang ditunggunya itu datang, yang adalah Kasim Berluka, dia pun berkata padanya, “Ada hal yang harus kaukerjakan. Ada barang yang seharusnya tak pernah ada di dunia ini. Bawakan itu padaku.” Kim Jwageun memberikan bayarannya terlebih dahulu, berupa sekantong candu.

“Barang itu ada di lemari besi kediaman Tuanku,” pesannya, agar berhati-hati, dan, “Baik,” Kasim Berluka siap melaksanakan.








“Barang itu ada di lemari besi kediaman Tuanku,” pesannya, agar berhati-hati, dan, “Baik,” Kasim Berluka siap melaksanakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Betapa gembira saya melihat kebersamaan Anda berdua seperti ini. Tampaknya mati pun saya tak akan menyesal.” Tuanku Kim Mungeun menjamu Raja dan Ratu dengan tangannya sendiri; dia menuangkan teh untuk mereka.

“Maaf, semestinya saya berkunjung lebih awal,” jawab Raja, basa-basi, sementara Ratu sedang berusaha ‘lari’ dari perbincangan sangat canggung ini. Raja diam-diam melihat segalanya; Ratu yang bergeser menjauh dari sampingnya.

“Maaf untuk apa? Mendengar hubungan Anda berdua yang penuh kasih dari jauh pun sudah membuat saya sangat bersyukur,” lanjut Tuanku, lantas menggeser bantal duduk putrinya kembali ke samping Yang Mulia Raja sambil berkekeh.

Bonghwan sebal, sementara Raja memaklum. Katanya, “Pribadi Ratu sangat berbeda dengan wanita pada umumnya. Saya pun selalu ingin tahu bagaimana dia dibesarkan. Begini rupanya,” Raja mengamati sekeliling ruangan ini yang dipenuh dengan barang-barang antik serta langka.

“Karena harus tumbuh tanpa ibu, saya senantiasa menyediakan segalanya dua kali lipat. Dengan harapan, segala kekurangan dapat pula terbayarkan.” Tuanku Kim Mungeun menceritakan masa kecil Ratu.

“Ouh. Anda luar biasa,” puji Raja, kagum.

“Aih, tidak,” Tuanku merendah, “Semenjak kecil Yang Mulia Ratu sungguh pandai akan segala hal,” katanya, berbangga akan putrinya.
Bonghwan hanya senyum-senyum asam, canggung.

Raja setuju akan perkataan Tuanku. Dia pun bercerita, “Ratu berkepribadian kuat serta mandiri, sehingga dia tak pernah benar-benar terbuka pada saya. Entah karena sayalah yang kurang memerhatikan, atau memang begitulah rumitnya isi hati seorang wanita. Sungguh bukan hal yang mudah memahami Ratu.”

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang