20 - 2: Sudah Tidak Waras

90 8 0
                                    

Di hari terakhir masa duka akan kematian Raja Cheoljong ini, Kasim Kepala mesti membenahi barang-barang rajanya tersebut. Dia telah merapikan setiap pajangan, pakaian, hingga buku tak senonoh yang semestinya tidak pernah ada di dalam istana ini. Melihat-lihat isinya, kesedihan kembali menyeruak di hati Kasim Kepala hingga dia mendesah, “Oh, Yang Mulia. Hiks, hiks.”

BRARAK, seseorang membuka pintu dan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BRARAK, seseorang membuka pintu dan masuk.

“Tunggulah barang sebentar, aku masih belum selesai,” ucap Kasim Kepala, dikiranya orang yang masuk adalah utusan Raja Kecil yang hendak menempati kediaman ini tidak lama lagi. Tetapi, ketika ditengok, “Ouh, Tuhanku yang Agung! Aih, Yang Mulia …” Kasim Kepala tidak mempercayai bahwa yang di depannya ini adalah betul-betul Yang Mulia Raja.

Kasim Kepala bangkit, lantas berbicara pada sosok yang dikiranya hanyalah khayalannya belaka ini, “betapa pun gundah hati saya, itu tidak semestinya membuat jiwa Anda berkeliaran di istana seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasim Kepala bangkit, lantas berbicara pada sosok yang dikiranya hanyalah khayalannya belaka ini, “betapa pun gundah hati saya, itu tidak semestinya membuat jiwa Anda berkeliaran di istana seperti ini. Oh, YANG MULIA. HUAA!” Kasim Kepala bersimpuh padanya.

Cheoljong tersipu sedikit, merasa tenang karena rupanya Kasim Kepala adalah pengikutnya yang setia. Maka itu, Cheoljong berucap, “Kasim Kepala.”

Dengan heran, Kasim Kepala menengadah.

“Ikutlah denganku,” lanjut Cheoljong, bijak. Sontak ajakan ini membuat Kasim Kepala berdiri dan mengusir-usir ‘arwah’ Cheoljong ini, “I-i-ikut? Pergi! Pergi kau dari sini. Pergi! Oh, Yang Mulia, saya doakan Anda tenang di alam sana.” Kasim Kepala sampai memohon-mohon. Dia belum ingin mati, betapa pun bersedih hatinya karena kepergian Sang Raja.

“Mari, ikut denganku.”

Ratu datang.

“Eh? Yang Mulia Ratu?”

“Hai,” Bonghwan menyapanya.

“Hai,” Bonghwan menyapanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang