12 - 8: Sesi Istirahat

152 10 1
                                    

“Auh, pinggangku. Auh, ouh, rasanya mau mati ini,” Manbok peregangan setelah kerja besar, dan menyiuk air dari tong. Bonghwan, tak berbeda, dia rebahan di balai-balai Dapur Istana; meluruskan kaki dan menyandarkan punggung, serta mengoceh, “Ouh, aku beneran mencurahkan jiwa raga ini sih namanya.”

Manbok datang menghampiri, sambil mengeluh lelah tapi tertawa senang, “Auh, akhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manbok datang menghampiri, sambil mengeluh lelah tapi tertawa senang, “Auh, akhirnya. Kita berhasil. Berhasil!” Dia pun duduk di balai-balai dan hendak meneguk air minumnya, tapi—

“Kau tahu, apa yang kupikirkan sekarang?” sebut Bonghwan, merana.

“Ya, tentu,” jawab Manbok, merasa senasib, “karena saya pun demikian,” tapi yang sedang dipikirkan Bonghwan saat ini adalah ….

Eomuk. Aku kepikiran eomuk.”

“Ah,” Manbok langsung berpaling, tidak mau ditugasi memasak lagi setelah pekerjaan panjang hari ini.

“Juru Masak yang tadinya akan dihukum mati oleh Kaisar Qin Shi Huang,” Bonghwan bercerita, alih-alih minta dimasakkan, “’menemukan’ eomuk tepat di malam sebelum eksekusi. Kupikir itu cuma kebetulan, tapi kayaknya itu adalah KERJA KERAS, gimana caranya supaya dia tidak dihukum mati. Inspirasi itu … gak datang gitu aja, sekalipun seseorang sangat putus asa hingga mau mati.”

‘Ngomong apa, sih, Yang Mulia Ratu ini?’ Manbok merasa sia-sia mendengarkannya. Dia hendak menyeruput airnya lagi, tapi—

“Yang Mulia!” Dayang Choi datang dengan tergesa-gesa, seketika MENGALIHKAN perhatian Manbok yang sudah haus tak terkira, sehingga … “Auh, kau bisa kehabisan napas itu. Nah, nah, minum dulu. Tentu kau sangat haus. Minum!” Manbok meminumkan airnya pada Dayang Choi, yang segera menyeruput begitu saja air yang ‘tidak diketahui’ ‘rasanya’ apa itu.

Setelah berngos-ngos sehabis minum, Dayang Choi pun berkata, “Anda benar, Yang Mulia, orang itu adalah Keluarga Han.”

“Nah, kan?! Benar, Keluarga Han!” Bonghwan langsung berdiri penuh dendam.”

“Ya, namanya Shimong,” Dayang Choi masih terengah-engah, “Lengkapnya; Han Shimong, Yang Mulia.”

“’Simon’? Kok kebarat-baratan gitu namanya?”

“Ini, Yang Mulia,” Dayang Choi membawa buktinya, tertulis di teropong.

Bonghwan membaca, “Oh, ‘Han Shimong.”

“Ya, Yang Mulia.”

“Ngomong-ngomong, ini apa?”

“Auh!” Dayang Choi melengking, karena HAMPIR saja Yang Mulia Ratu mengintip teropongnya, “Ini bukan apa-apa, Yang Mulia,” dia pun segera mengambil kembali teropong ‘istimewa’-nya itu serta memasukannya lagi ke saku di balik dang-ui.

Penasaran, Manbok mencoba mengintipnya selagi Dayang Choi memberikan penjelasan pada Bonghwan, “Selagi berada di luar istana, saya pun pergi Biro Tataan Desa Hanseong dan memeriksa SELURUH anggota keluarga mereka, dan, tidak salah lagi,” Dayang Choi mewaspadai sekitar, “itu adalah surat keluarga PALSU yang dibeli dengan uang.”

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang