08 - 2: Hati yang Hampa

203 20 2
                                    

Begitu bagian belakang istana ini tampak ‘aman’, Cheoljong dan Pangeran Yeongpyeong melompati bentengnya, guna masuk diam-diam ke salah satu balai dan berganti pakaian, serta keluar bersama seekor kelinci di tangan Cheoljong sebagai kamuflase. Pura-puranya mereka habis berburu di gunung.

 Pura-puranya mereka habis berburu di gunung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka berpapasan dengan Kim Jwageun. Melihat ada kelinci di tangan Raja, dia pun bertanya, “Apakah Anda kembali dari berburu?”

“Oh. Ya. Kalau menurut pepatah …” Raja agak melirik Pangeran Yeongpyeong untuk pura-pura bodoh sebelum, “Oh! Selagi rehat, musuh berlelah.”

“Anda benar sekali,” Kim Jwageun membenarkan saja apa pun yang dikatakan Raja, tapi, “Bagaimana Anda berburu tanpa busur dan panah?” tanyanya, cukup mangageti Cheoljong yang rupanya melupakan hal itu.

Pintar, Cheoljong berkelit, “Oh, busur dan panah senantiasa membuat lengan dan jariku sakit. Jadi, kukira, mereka bukan diperuntukan berburu, melainkan menyiksa. Oh? Atau karena itulah mereka diperuntukan berburu, karena menyiksa binatang buruan. Hahahahahaha. Ssh, bagaimanapun, berburu menggunakan perangkap tentu lebih mudah,” intinya, kata Cheoljong.

Pangeran Yeongpyeong tidak ikut-ikutan.

Kim Jwageun berkekeh palsu, lantas, “Berbahaya jika Anda hanya pergi berdua seperti ini. Anda harus selalu berwaspada di mana pun dan kapan pun, Yang Mulia.”

“Ya, ya. Lain kali akan kuperhatikan.”

“Lantas bagaimana dengan kedudukan Komandan Jaga Istana Dalam, yang masih saja kau pegang sampai sekarang, Pangeran Yeongpyeong?” tagih Kim Jwageun, tiba-tiba.

“Tentu saya akan melepaskannya begitu kesehatan Tuanku Kim Mungeun telah pulih, Tuan,” jawab Pangeran Yeongpyeong, mantap.

Kim Jwageun mengerti itu.

“Ah, benar!” tiba-tiba, seru Cheoljong, “Demi menjaga kesehatanmu, wahai Komandan Latih Istana, ini. Silakan. Ambilah kelinci ini.”

“A-a-a-aih. Tidak, Yang Mulia. Tidak perlu.” Kim Jwageun tampak gelagapan dan ogah.

“Jangan menolak. Ini hadiah kerajaan.”

“O-oh. Baik jika begitu.” Terpaksa, dengan segala hormat, Kim Jwageun menerima ‘hadiah kerajaan’ tersebut dengan hati-hati. Lantas dia bertanya untuk sekadar ‘mengusir’, “Apakah Anda sudah dengar, Yang Mulia? Yang Mulia Ratu telah siuman.”

“Benarkah? Lantas bagaimana keadaannya sekarang?” Pangeran Yeongpyeong agak kaget melihat reaksi Raja yang tampaknya senang ini.

“Untungnya, beliau sudah kembali sehat, Yang Mulia,” jawab Kim Jwageun, ‘merendah’.

“Begitu rupanya? Syukurlah. Aku harus menemuinya sekarang juga,” kata Raja, kemudian, benar-benar gembira dan lantas pergi, diikuti Pangeran Yeongpyeong tentu saja.

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang