17 - 7: Abdi yang Setia

112 5 0
                                    

Cheoljong tentu saja tidak baik-baik saja. Dia mengamuk dan melampiaskan segalanya dengan melatih kemampuan bela dirinya. Di tengah malam di lokasi markas Pasukan Bayangan di puncak gunung, Cheoljong berlatih sendirian.

Slang, slang, SLING! Cheoljong menebas-nebas pedangnya ke udara, membanting diri dengan bertolak ke sebuah penyangga kecil, lantas membelah api ungguh dengan pedangnya itu. BRSSSSH, apinya mendesis ke tanah, dan Cheoljong terengah-engah.

Seseorang datang. Dia adalah Pangeran Yeongpyeong yang juga tengah marah. Dia berkata pada Cheoljong, “Mari bertarung dengan saya.”

“Aku tidak tertarik untuk itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Aku tidak tertarik untuk itu.”

“Di masa kecil, ada sebuah permainan yang sering kita mainkan bersama,” Pangeran Yeongpyeong mengingatkan, tapi bukan membuka kenangan. Katanya, mengenai permainan itu, “Barang siapa yang menginjak bayangan lawan terlebih dahulu, maka dialah pemenangnya. Tapi jika Anda tetap tidak berkenan, artinya Anda kalah sebelum berperang.”

Cheoljong tidak terima itu, tapi—PRANG, Pangeran Yeongpyeong tiba-tiba menjatuhkan pedangnya, dan menyerang Raja Cheoljong. Dia menendang mukanya, tapi Cheoljong berhasil menahan tendangan itu. Tak cukup sampai di sini, Pangeran Yeongpyeong menyerang lagi dan lagi, sementara Cheoljong belum begitu siap untuk melawan.

Senapas kemudian, giliran Cheoljong yang menendang. Dia juga coba meninju dan menendang perut Pangeran Yeongpyeong serta menyikut punggungnya. Setelah itu Cheoljong menyerang lagi dan Pangeran Yeongpyeong menghindar, tapi satu orang pun belum ada yang berhasil menginjak bayangan lawannya. Cheoljong dan Pangeran Yeongpyeong pun sama memegang kerah ‘lawannya’.

“Apakah Anda ingat, di masa kecil, selalu saya pemenangnya?” Pangeran Yeongpyeong menggertak, lalu dia mencoba menginjak bayangan Cheoljong dengan sedikit membanting tubuh Cheoljong tapi tak berhasil karena Cheoljong bertahan cukup ketat.

Cheoljong pun menjawab, “Seingatku, justru akulah yang pada akhirnya memenangkan permainan,” lantas dia juga mencoba menginjak bayangan Pangeran Yeongpyeong dengan cara yang kurang lebih sama.

“Karena itulah, kini saya menyesal terlalu sering mengalah untuk Anda.”

“Kau bukan mengalah, TAPI MEMANG KALAH!” Cheoljong memulai lagi pertarungan, dan tulang keringnya berakhir ditendang oleh Pangeran Yeongpyeong sehingga dia jatuh berlutut. Tapi, sebentar kemudian dia bangkit kembali dan melawan kakaknya itu.

Pertarungan berhenti sebentar.

“Anda harus tahu, sampai ‘saat-saat terakhirnya’ pun Yang Termulia Selir Agung senantiasa memikirkan Anda. Mestinya Anda tahu, betapa besar perhatian beliau terhadap Anda.” Pangeran Yeongpyeong bukan memberi tahu.

“Aku TAHU, dan karena itulah aku SANGAT tersiksa.” Cheoljong mengungkapkan segalanya.

Dalam hening, permainan ini berakhir. Dengan mudah, Pangeran Yeongpyeong melangkah lantas menginjak bayangan kepala Cheoljong yang jatuh ke samping kanan.

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang