Di dalam kelas, Fatim pusing akan pelajaran matematika, usai istirahat karena sedang panas-panasnya.
"Asshh, pusing pala gue," gerutu Fatim dalam hati.
Guru matematika menjelaskan di depan kelas, sambil sesekali berjalan di sela-sela meja murid. Fatim tak fokus pada pelajaran, melainkan fokus pada guru ganteng ini.
Hembusan angin kencang menerpa setiap permukaan. Fatim merasakan terpaan angin itu. Namun ia tak goyah. Ia masih menatap wajah ganteng si guru.
"Oh my gosh."
Fatim menatap guru itu. Rambutnya terkibar angin, membuat ia semakin mempesona, aku terpesona memandang, memandang wajahmu yang ganteng, akan rambut guru yang seakan-akan menari di sekeliling kepala guru itu.
Karena terpesona tingkat gatotkaca, mulut Fatim terbuka.
"Tutup mulut kamu, nanti laler masuk," kata guru matematika, membuat Fatim tersadar.
Fatim langsung menutup mulut dengan tangannya dan tersipu malu.
"Kamu ngerti gak, apa yang saya terangin?" tanya guru pada Fatim.
"Eu-eummh-" Fatim tak bisa menjawab.
"Kalo kamu gak ngerti, seharusnya kamu perhatiin pelajaran saya," ucap guru ini.
"I-iya, Pak," sahut Fatim malu.
Guru melanjutkan menjelaskan. Usai menjelaskan, guru yang diketahui kalau namanya Arga, memberikan soal pada muridnya.
"Aduh, mampus gue," gumam Fatim dalam hati, seraya menepuk jidatnya.
Fatim menulis soal. Soalnya memang cuma 5, tapi beranak. 1 soal anaknya 5, jadi total semua tugas adalah 15, 25 thor, bukan 15. Meledaklah kepala Fatim rasanya.
Fatim hanya mengerjakan soal yang mudah saja, sedangkan yang sulit baginya, ia lewati.
Pelajaran matematika yang 2 jam tanpa istirahat pun usai, karena waktu sudah masuk dzuhur.
Namun semua murid harus menyelesaikan tugas ini. Beberapa murid lainnya telah mengumpulkan, sedangkan Fatim masih mengerjakan.
Satu persatu murid meninggalkan kelas menuju mushola sekolah dan Fatim masih berada di dalam kelas, sedang bergelut dengan otak dan tugasnya.
"Fatim cepetan, yang lain sudah ke luar," titah Pak Arga.
"Belum selesai, Pak," sahut Fatim , yang menatap tulisannya yang seperti jahe digeprek.
"Makanya, kalo saya lagi nerangin itu perhatiin, bukan hokcay," ejek Pak Arga.
"Hokcay?" Fatim bingung dengan kata itu.
"Hokcay, molohok ngacay," jelas guru math itu.
Langsung saja Fatim cemberut dan mengisi tugasnya lagi.
Beberapa menit kemudian, Fatim memberikan buku matematikanya, lalu keluar meninggalkan guru yang setia menunggunya.
Menunggu bukunya dikumpulkanlah. Heheh.
Usai sholat dzuhur, Fatim dan murid lainnya kembali ke kelas.
Pelajaran biologi pun dimulai, dengan guru yang dikenal sangar. Badannya yang tinggi besar menguatkan opsi itu.
Fatim yang sejak kelas 10 tidak suka akan pelajaran ini, sering tidak mengerjakan PR. Ia juga pernah mendapat teguran dari Pak Andri, guru biologi, karena tidak pernah mengerjakan PR ataupun tugas.
Mata Fatim menunjukan ketakutan, saat Pak Andri menjelaskan.
Beruntunglah, siang ini Pak Andri hanya menjelaskan dan tidak memberi mereka PR. Pak Andri pun keluar usai mengisi kelas.