"Kamu lucu ya, kalo lagi malu,"goda Pak Pandu.
Kesetika Fatim menatapnya dengan sedikit miring. Bibir kananya dinaikan kembali menandakan ia tak suka.
Masuklah Fatim ke tenda dengan kaki yang dihentakan. Sedang Pak Pandu tersenyum. Sepertinya ada rasa yang muncul dan tak bisa dijelaskan.
***
Malam yang tenang ini membuat Fatim ingin sekali menatap lukisan bintang dilangit. Ia pun menatap bintang sambil merebahkan badannya, berhadapan dengan langit gelap berkerlap-kerlip seumpama intan berlian.
Bintang dilangit itu melukiskan wajah Pak Pandu yang sangat dekat dengannya.
Matanya melotot, mulutnya terbuka, lalu ia mengerutkan matanya. Telunjuknya mengucek mata sambil menggelengkan kepala.
Duduklah ia dengan cepat. "Oh shitt," umpatnya.
"Kamu kenapa?"
"HAH!" Fatim loncat saking kagetnya. Kedua tanganya memeluk dadanya.
"P-pak Pandu? Ngapain di mari?" tanya Fatim masih kaget.
"Lewat aja, terus liat kamu lagi terlentang di depan tenda," jawabnya tenang.
"Oh," sahut Fatim yang sudah tenang.
Kruuk, kruuuk.
Perut Pak Pandu memanggil. Dengan wajah imutnya, ia mengang perutnya.
"Hihih, laper saya, makan yuk," ajaknya.
"Pak Pandu ngajak aye?"
"Iya, ayo."
Tangannya meraih tangan Fatim, untuk berdiri dan berjalan bersama.
Duduklah keduanya di tukang mie ayam. Pak Pandu memesan mie ayam special.
"Kalian cocok," kata kang mie ayam yang tak tahu apa-apa.
Pak pandu hanya tersenyum, sedang Fatim mengernyitkan alisnyanya.
"Ah, Bapak bisa aja," ucap Pak Pandu malu.
Mie sudah terhidang di depan masing-masing. Tangan Pak Pandu mendorong mangkok mie untuk Fatim, sambil berkata, "dimakan mienya."
"Iye-iye, Pak," sahutnya gugup.
"Ekhem-ekhem, makan mie beduaan aja, nih," sindir Pak Adi di balik layar yakni di depan gerobak.
"Eh, Pak Adi, sini makan bareng," ajaknya cepat.
"Saya emang laper," sahut Pa Adi, sambil duduk di kursi kosong. Taka lupa, ia juga memesan mie ayam untuknya.
"Pak Pandu udah baikan sama Fatim?" tanya Pak Adi di sela-sela makannya.
"Ah iya, Pak. Lagian Fatim gak salah, saya yang salah paham," jelas Pak Pandu.
"Emang ada apa sama Dila, Fat?" tanya Pak Adi langsung.
"Ohok-ohok." Fatim batuk.
Tangan Pak Pandu segera mengambilkan gelas untuk Fatim. Dengan cepat Fatim menghabiskan minuman itu.
"Aus, Bu Haji," goda Pak Adi.
Pak!
Fatim menepuk pundak Pak Adi layaknya teman sebaya.
"Jadi?" Pak Adi melanjutkan pertanyaannya, dengan pertanyaan singkat, tanpa bereaksi akan tepakan Fatin di bahunya.
"Die kegek ngape -gape, Pak," sahutnya sambil menunduk.