32. Bukan Halu.

4 2 0
                                    

Fatim makan di kantin bersama Erika yang tengah galau.

"Lo ngape?" tanya Fatim yang mengunyah..

"Erik gak ada kabar."

"Ke mane dia?"

"Au. Udah seminggu ngilang."

Ucapan Erika mampu membuatnya berpikir  keras. "Ke mana si Kunyik, kok gak ngabarin selama seminggu?" pikir Fatim yang tetap mengunyah makanannya.

"Udeh,  makan aje, ntar gue cari," kata Fatim.

"Makasih." Erika memeluknya dari samping.

"Ah." Fatim mendorong Erika segera.

"Oh iya, gue lupa. Maaf, heheh." Erika melepaskan pelukannya.

Fatim tak suka, ketika makan ada yang memeluk, menyentuh, mengganggu, apalagi jika ada yang menyomot makanannya.

Selesai makan,Fatim lamgsumg pergi ke toilet.  Di dalam toilet, ia menelepon Erik dengan seketika, sambungan tersambung.

"Maksud lo apa, njing?"

"Gue udah cape pura pura."

"Kalo lo udah cape, setidaknya terus terang ame dia. Jadi dia gak kepikiran."

"Gue gak bisa."

"Tolil emang."

"Sebenernya dia  baik sama gue."

"Kalo dia baik, lo balas dong kebaikannya."

"Gue gak bisa."

"Tolil, terus lo bisanya apa? Nyakitikn temen gue?"

Tut, tut, tut.

Fatim mematikan sambungannya, emosinya pun sudah membara.

"Aaaaaah!"  jeritnya.

Fatim masuk ke kelas lagi, untuk melakukan ujian.

Pulang sekolah, Fatim disuruh rapat osis. Dengan sedikit keterpaksaan, ia pun mau ikut rapat tersebut.

Duduklah Fatim di depan kelas, membuat semua anggota heran. Tumben sekali dia mau duduk di depan tanpa dipaksa dulu, begitu pikir mereka.

Rapat pun dimulai. Osis membahas acara kenaikan kelas sekaligus pelepasan kelas 12.

"Jadi, kita mau nampilin apa?"

"Nyanyi aja!"

"Drama, drama!"

"Masak."

"Taekwondo!"

"Kenapa  harus tampil segala sih? Kita kan udah jadi panitia," cakap Fatim acuh.

Hening.

"Kita udah cape ngedekor sekolah, nyiapin keperluan setiap penampilan. Belum lagi, kita jadi panitia acara. Kenapa? Kalian dibikin dari mesin apa sih?"  beo Fatim tegas.

"Fatim, setidaknya kita juga nampilin sesuatu untuk pelepasan kelas 12," timpal ketos.

Fatim pun duduk kembali, ia tak mau banyak cing-cong.

"Jadi kita mau nampilin apa?" Panji mengembalikan topik utama.

"Drama aja, gimana?"

"Kan udah ada anak teater, gimana sih lo."

"Ya, bikin sesuatu yang beda."

"Nyanyi atuh,  nyanyi."

"Et dah, si Malih. Kan udah ada klub musik."

Cah Semprul ( Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang