3 hari kemudian.
Fatim memandangi dirinya di cermin seraya menyisir rambut panjangnya.
"Tim, lo langsung balik ye, gak usah latien dulu," kata enyak yang sudah berdiri di depan pintu.
"Lah, emang ngape, Nyak?"
"Gue mau pergi, jadi lu jagain warung."
"Ogey, Nyak," sahurnya, seraya mengambil tas lalu berjalan ke arah enyak .
"Aye berangkat dulu ye."
"Bae bae lo," pesan enyak.
"Ogey."
Fatim selalu berangkat dengan ninjanya.
Sesampainya di kelas, Fatim langsung duduk dan menyimpan tas di mejanya.
"Wedededeh, udah sekolah aja lo," sambut Yogi.
"Lo udah baikan?" tanya Alam.
"Denger-denger lo ditusuk orang?"
"Emang ngape sih?" heran Fatim.
"Kok bisa?" teman sekelasnya kepo banget.
Pertanyaan teman-tamannya membuatnya tak bisa menjawab, karena mereka tak memberi jeda.
"Bacot aje terus, bacot! Gimane gue mau jawab," kesalnya, tapi mereka malah tertawa.
"Dih, stres lo pada," yakin Fatim.
"Lo baru aja datang, udah bikin ketawa," kata Syarifah.
"Kalian kangen ame gue yeee," goda Fatim ke mereka.
"Iya, gue kangen liat lo dihukum," ceteluk Dian dari arah yang berjarak 7 meter darinya.
"Lah, si Bisu ngomong tuh," ejek Fatim, namun disenyumi oleh Dian.
Ring.
Ring.
Ring.
Pelajaran membosankan pun dimulai.
"Adeuh, die lagi," batin Fatim dengan wajah menyebalkan.
Baru saja 20 menit berlangsung, Fatim sudah memejamkan matanya di atas meja dengan tangan sebagai alasnya.
Pak Pandu mendatangi meja Fatim dengan wajah datar.
Toel.
Toel.
Telunjuknya menoel bahu kanan Fatim dan ia tidak bangun.
"Fatim!" teriak Pak Pandu.
Sontak Fatim berdiri. "Bayangan, Pak!" teriak Fatim dengan tangan kiri mengusap sudut bibirnya.
Seisi kelas tertawa.
"Apa bayangan?" tanya Pak Pandu dingin.
"Eh, Pak Pandu." Fatim ngengeh seraya duduk di kursinya.
"Bayangan Pak Pandu mengganggu pikiran saya, hihi," godanya, dengan kepalanya yang dimiringkan ke sebelah kiri dan menatapnya.
"Waw!"
"Amazing."
"Wiwit-wiwit."
"Yuhuu!"
"Mantappu jiwa!"
"Pepet teroooos!"
"Terus aje terus, godai guru gue."