Paginya di sekolah, Fatim duduk di kelas, sambil memandang jendela dengan tatapan kosong.
Kelas pun dimulai dengan guru yang membosankan baginya, yakni Pak Adi. Intinya, bagi dia, setiap guru membosankan. Sekalipun ia suka dengan pelajarannya, tapi tetap, gurunya membosankan.
Pak Adi mengajar pelajaran PAI. Di tengah pelajaran, Fatim merasa gatal di bagian hidungnya. Ia mengorek- orek hidungnya, hingga mendapatkan benda aneh dari dalam hidungnya.
Fatim merentangkan tangan kirinya ke depan, menyatukan telunjuk dan ibu jarinya, lalu menyentil upil itu.
Set.
Set.
Set.
Tiga kali menyentil, upil itu masih menempel di telunjuknya. Karena kesal, akhirnya ia meper ke tas teman yang ada di depannya.
"Akhirnye, lepas juge lu," batin Fatim, usai meninggalkan upil di tas temannya.
Fatim kembali memasukan telunjuknya ke lobang hidung satu lagi. Ia sangat asik dan anteng, saat mengorek hidungnya, hingga hanya fokus pada telunjuknya.
Aksi Fatim itu tertangkap oleh mata Pak Adi.
"Fatim!" seru Pak Adi.
Fatim yang kaget, ia tak sengajak memasukan telunjuknya lebih dalam, hingga saat ditarik, keluar darah dari hidungnya.
"Ah, sial," lirihnya.
"Ngape sih, Pak, ngagetin aje dah," gerutu Fatim.
"Kamu ngupil mulu."
"Pake ngeliet segale lagi," timpal Fatim, tanpa malu.
"Ke depan kamu," titah guru.
Fatim pun berjalan ke depan kelas.
"Baca surah Al- Waqiah," titahnya.
"Lah, ape hubungannye ame surah entu?" protes Fatim.
"Sudah, baca aja."
Sambil membaca, Fatim membersihkan hidungnya dengan tisu, yang ada di saku bajunya. Dengan lancar, ia membaca surah Al-Waqiah hingga selesai.
Seisi kelas terdiam, terkesima mendengar lantunan ayat yang ia bacakan dengan nada yang merdu.
"Fatim, kamu kerasukan jin islam ya?" tanya Pak Adi.
"Bukan."
"Terus?"
"Kepribadian religiusnye keluar," sahut Fatim, dengan wajah datar. Lalu ia berjalan ke kursinya.
Kepala para murid mengikuti langkah Fatim, sehingga melihat ke belakang.
"Udeh ape, kagek useh heran gitu," sergah Fatim, membuat kepala mereka berpaling ke depan.
Saat makan di kantin, Fatim dipanggil Dito, untuk pergi ke ruang osis. Dengan makanan yang masih numpuk di mulut, ia tetap mangunyahnya sambil berjalan. Sampailah keduanya di ruang osis.
Fatim berdiri di depan dan tak ingin duduk. Dia tahu bahwan akan mendapat hukuman, karena waktu event kemarin, ia tidak melakukan tugasnya.
"Ngapain kamu?" tanya ketos, yakni Ihsan.
"Berdiri," sahut Fatim polos.
"Iya, ngapain?" jelas Ihsan.
"Ngelietin orang."
"Fatim!" bentak Panji.
"Ngape?" Fatim menunjukan wajah polos, tanpa dosa.
"Otak kamu dibikin dari apa sih?" tanya Panji kesal.