Sampainya di rumah, enyak tak marah, karena melihat Fatim dengan lelaki ganteng dan sopan padanya. Enyak beranggapan, dia lelaki yang baik dan tak mungkin melakukan hal buruk pada gadisnya.
Enyak juga menyuruh Vian sarapan di rumah. Fatim sempat melarang, tapi dia malah kena semprot.
Baik sekali enyak pada Vian, mengingat Vian juga ramah terhadap enyak.
"Sialan lo," batin Fatim yang duduk di sampingnya. Usai makan, Vian pamit pulang karena harus kuliah.
Fatim beristirahat di kamarnya. Vian juga menceritakan kejadian semalam. Makanya enyak tak begitu menyemprot anak gadisnya.
"Eh bentar dah, Dila sape? Dila tuh temennya Fatim," sela enyak.
"Dila, anak Enyak. Yang tadi nyelametin aku," yakinnya.
"Jadi dia Fatim?"
Enyak mengangguk. Vian sedikit terdiam, memikirkan nama dari gadis yang menyelamatkan nyawanya. Tapi dia tak marah.
Di sekolah sedang ada pengumuman dari kepala sekolah, mengenai perkemahan kemarin. Guru membagikan piagam dan piala pada setiap perwaklan. Namun Fatim tak hadir dan guru juga tidak ada yang tahu dia ke mana.
Akhirnya penghargaannya disimpan di kantor. Pulang sekolah Erika mengunjungi kediaman Fatim.
Ia kaget usai mendengar ceritanya semalam. Tak lama Dila juga mendatangi rumah Fatim. Erika menjelaskan pada Dila, bahwa Fatim sangat lemah saat ini.
"J-jadi semalem lo ketemu sama Vian?" tanya Dila kaget.
"Iya, Dil. Gue ngikutin dia demi lo. Kalo gue gak ngikutin dia, mungkin dia udah mati," jawabnya dingin.
"Kenapa dia mati?" tanya Dila mulai khawatir.
"Malam itu, cuma gue bedua doang ame die di jalan. Preman pasti bakalan datenglah. Orang udah disatur skenarionya sama Allah."
"Makasih ya, lo udah nyelametin Vian." Dila memeluk Fatim. Tapi Fatim menelis pelukannya kasar.
"Fatim, lo ngape?" tanya Erika heran.
"Gue sebel ame lo!" bentaknya pada Dila.
"Lo goblok. Ngapain cowo kampret kek gitu lo sayangin," sambungnya.
"Mau gimana pun, dia---dia tetap ayah dari bayi gue," ucap Dila parau.
Mata Erika seketika melotot. "Apa lo bilang? Lo hamil?" tanya Erika kaget.
Dila mengangguk.
"Lo jangan lemes ya," pinta Fatim pada Erika.
"Siap, Dan," sahut Erika.
"Lo beneran, bakalan rahasiain ini?" tanya Dila, ragu pada Erika.
"Ya elah lo, udah ke siapa aja. Gue kan temen Fatim, jadi lo juga temen gue juga," sungut Erika.
"Fat, gue balik dulu ya. Mama gue nelponin mulu, pusing pala gue," hardik Erika.
Erika keluar disusul Dila yang harus pulang juga.
8.00 pm.
Tuk.
Tuk.
Tuk.
"Eh, Nak Vian. Masuk-masuk," titah enyak dengan senyuman.
"Keadaan Fatim gimana, Bu?" tanya Vian khawatir, setelah menyalami tangan enyak.