Malam ini, PR sangat banyak. Ia merasa beban hidupnya melebihi apapun. Ia melempar pulpennya ke meja, lalu menatap langit. "Langit, bisakah kau turunkan hujan. Aku ingin main ujanan, biar sakit, terus gak sekolah lagi," pintanya yang mendongak menatap langit."
Sudah selesai dengan harapannya. Ia memutuskan untuk tidur.
Di sisi lain. Dila sedang disidang oleh kedua orang tuanya, bahkan Pak Heru juga ada. Pertanyaan-pertanyaan diajukan padanya tanpa henti. Dila sangat benci pada Fatim yang telah membocorkan kehamilannya.
Mereka memutuskan untuk mencabut sekolahnya, dan akan segera menikahkannya dengan lelaki yang telah menghamilinya.
Kini keluarganya telah tahu, siapa lelaki biadab itu.
"Ma, Pa. Aku udah minta tanggung jawab sama dia. Tapi dia gak perduliin aku. Bahkan sudah dua bulan ini, dia gak mau nemuin aku," ungkapnya dengan isak tangis.
"Ya udah, Kita bikin rencana biar dia bisa nemuin kamu," usul Pak Heru.
"Siapa yang tahu pacar kamu?" tanya Pak Heru, karena orang tuanya sudah kehabisan tenaga untuk bertanya pada Dila.
"Fatim," sahut Dila pelan.
***
Kelas sekarang terasa berbahaya bagi Fatim. Ia sangat merasa terintimidasi, setelah kejadian kemarin.
Pelajaran pertama telah usai, kini Giliran Pak Heru mengajar. Dalam pengajarannya, ia tak banyak bicara pada Fatim. Cenderung mengabaikannya.
Fatim sedikit merasa lega, namun ada yang mengganjal di hatinya.
Di waktu istirahat, ia tak banyak bicara.
Fatim dipanggil lagi ke ruang BK. Saat masuk, sudah ada Dila dan Pak Heru di dalam. Langsung pada tujuan mereka memanggilnya.
"Hah, kok aye sih, Pak. Aye kagek tau ape-ape," elaknya.
"Fatim, cuma kamu yang tahu mengenai ini kan?" tegasnya.
Fatim menunduk, menekan sedikit jidatnya.
"Nanti malem, kami sekeluarga ke rumah kamu. Kita nikahkan dia dengan Dila, malam ini." Pak Heru berjalan keluar, ia membanting pintu dengan amarahnya.
Dila mendekatkan wajahnya ke kuping Fatim. "Waktunya bermain kawan," bisiknya, lalu berjalan meninggalkan Fatim yang menunduk.
Sebelum ke luar, Dila menoleh ke belakang, lalu tersenyum sinis. Nampak akan ada permainan yang akan Dila mainkan dengan Fatim.
Hari ini terasa sangat singkat. Fatim kembali berjualan, dengan perasaan yang membingungkan. Ia harus berjualan, tapi mendapatkan tugas untuk menjebak Vian, supaya mau datang ke rumahnya.
4.00 pm.
Fatim menutup lapaknya, ia harus segera bertindak, mengingat ancaman dari Pak Heru. Jika ia gagal, ia akan dikeluarkan dari sekolah.
Ia menggoes ninjanya menuju rumah kekasih Vian yang pertama, karena hanya itu petunjuknya. Sesampainya di sana, ia bingung, harus bersandiwara seperti apa.
Dengan tekad yang kuat, ia melangkahkan kaki masuk ke dalam.
Pintu diketuk. 2 menit kemudian, pintu terbuka. Munculah sosok gadis dengan perut buncitnya.
"Maaf, siapa ya?" tanyanya asing.
Fatim tersenyum. "Gue temennya Vian," bohongya.
"Terus?" tanyanya ramah saat mendengar nama Vian disebut.