11. Tamparan Manis.

18 11 6
                                    

Fatim didudukan di sofa yang ada di dalam kantor. Dengan wajah cemberut, Fatim duduk seperti anak culun, dengan menunduk dan menyimpan kedua tangan di sela-sela pahanya.

"Kamu kenapa kabur?" tanya Pak Jabal, yang tadi mengisi kelas di kelas Fatim.

"Enggak kabur, Pak."

"Kalo enggak, kamu pasti ada di jam pelajaran saya!"  sergah Pak Jabal.

"Aye di perpus."

"Ngapain?"

"Tidur dia," sahut Pak Adi pelan.

Plak!

Pak Jabal yang gendut itu menampar pipi Fatim.

"Uh,"  raung Fatim pelan saat ditampar.

"Pak, udah, Pak,"  lerai Pak Adi, karena kasihan pada gadis nakal ini.

"Pak Adi liat ini." Pak Jabal memberikan buku PKN Fatim. Pak Adi membuka buku Fatim yang corengcang alias tulisanya tidak banyak dan jarang-jarang.

Pak Adi hanya menggelengkan kepalanya pelan, melihat isi buku Fatim yang corengcang.

"Ya ampun Fatim, kamu udah kelas 11, masih aja kaya gini," kata Pak Adi.

Fatim menunduk.

"Kamu ada masalah keluarga?" tanya Pak Zainal, yang masih ada di kantor.

Fatim menggeleng.

"Lalu kenapa? Bukan hanya dipelajaran saya saja kamu malas nulis,  tapi pelajaran lain juga. Banyak guru komplen sama saya,  kalo kamu jarang nulis, dan sering tidak mengerjakan PR," sela Pak Bimo, selaku wali kelas 11 IPS 1.

Fatim diam, karena dia menyadari kesalahannya.

"Gimana saya mau dukung kamu jadi anggota osis, kalo kamu malas kaya gini,"  ucap Pak Adi.

"Itulah alasan aye, kenape selalu nolak dicalonin jadi anggota osis." Akhirnya Fatim angkat bicara.

Guru yang ada di dalam kantor, menggelengkan kepalanya bersamaan.

"Kalo udah, aye mau pulang," kata Fatim lemas.

"Ya sudah," ucap Pak Jabal.

Fatim mengambil tasnya yang ada di meja Pak Jabal, lalu pergi dari kantor menuju parkiran.

"Sial! Sial! Sial!"  teriak Fatim sepanjang jalan.

Sampai di rumah, ia kena omel lagi sama enyaknya.

"Fatim, dari mane aje lu?" tanya enyak, yang sudah menyiapkan gagang sapu.

"Enyak please, Fatim lagi pusing?" ucap Fatim lemas.

"Pusing-pusing, alesan aje lu," sergah enyak.

Fatim meninggalkan enyak ke kamarnya.

"Dasar bocah," keluh enyak.

Fatim berganti pakaian dengan seragam pramuka, karena siang ini ia harus latihan pramuka.

"Nyak, aye pamit ya,"  ucap Fatim parau.

"Katenye lo pusing, ngapa sekarang mau pegi lagi?"

"Latihan pramuka, Nyak,"  sahut Fatim.

"Ya udeh, latihan yang bener."

"Iye, Nyak." Fatim mengulurkan tangannya.

Enyak menyalami tangan Fatim. Sedang Fatim mendongak menatap enyak.

"Duintnya," lirih Fatim, dengan wajah menyebalkannya.

"Ya Allah, gue kire mau salaman?" ucap enyak.

"Sekalian atuh, Nyak."

"Nih."  Enyak memberikan uang 10 ribu.

Fatim pun pergi menggunakan sepedanya.

Goes.

Goes.

Tak terasa, ia sudah sampai di sekolah. Di sekolah sudah banyak siswa-siswi sedang memulai latihan pramuka, dan Fatim telat.

"Fatim, saya hukum kamu, sebelum ikut pelatihan,"  ucap Dzikril, selaku kakak kelas.

"Iye," sahutnya pasrah.

Fatim membersihkan ruang pramuka seorang diri.

Kruuuk.

Kruuuuk.

Fatim dipanggil oleh perutnya, agar segera mengisinya dengan makanan. Namun saat ini Fatim tidak bisa mengisi perut, karena ia harus menyelesaikan tugasnya.

Dengan rasa lapar yang melanda, ia terus menyelesaikan hukumannya.

Usai membereskan ruang pramuka yang acak adul, ia masuk ke kelas yang sedang diadakan materi untuk pramuka.

Fatim duduk di kursi belakang, dan mulai menulis sesuai yang ada di papan tulis.

Usai materi smaphore, mereka keluar untuk praktek.

Fatim yang lapar, harus berdiri di bawah teriknya matahari. Sedikit pusing, namun ia harus kuat dengan praktek ini.

Bruk!

Mau tidak mau, Fatim harus pingsan agar bisa beristirahat. Namun ia pingsan beneran saat ini. Fatim dibawa ke ruang UKS untuk beristirahat.

Fatim dibangunkan oleh Puput, dengan kayu putih yang dioleskan dibawah hidungnya.

"Fatim, kamu kenapa?"  tanya Puput khawatir.

"Laper, Kak?" sahutnya yang sudah siuman.

"Kamu belum makan?"

"Belum, dari jam istirahat tadi."

"Ya ampun." Puput pergi ke luar, guna membeli roti dan air minum.

Puput kembali, dengan kantong kresek di tangannya.

"Nih." Puput memberikan roti dan minuman itu.

Fatim langsung menghabiskan roti itu. Puput melihat Fatim sangat kelaparan, lalu tersenyum.

"Kenapa?"  tanya Fatim yang selesai makan.

"Oh, enggak. Kamu lapar banget keliatannya."

"Dih, kan udeh aye bilang."

"Ya udah, kamu rehat aja. Gak usah praktek dulu." Puput berdiri, tangannya menepuk bahu kanan Fatim, lalu pergi ke luar.

Fatim melihat punggung Puput yang perlahan menjauh, lalu hilang ditelan pintu.

Tes.

Air mata bening menetes seketika dan menerobos dinding mata Fatim. Ia merasa diperhatikan olehnya. Andai saja yang perhatian itu Dzikril, begitu pikirnya.

***

Haii!

Maaf ya, part ini dikit. Aku lagi dilanda penyakit badmood. Alanglah sialnya aku.

Hiks, hiks.

Semoga kalian ketawa kek orang gila di part selanjutnya.

Bye bye.

Jangan lupa vote ya, gaiseu.

Cah Semprul ( Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang