Matahari pagi muncul, memberi cahaya ke seluruh bagian yang terpapar sinarnya. Cahayanya masuk ke sela-sela gordyn, yang menyorot tepat ke mata Fatim yang masih terlelap.
Fatim merasa silau, ia pun membuka matanya sedikit.
"Lah, di mane gue?" tanya Fatim heran. Ia beranjak dari kasur.
"Ape gue mimpi," sambungnya.
"Eh, Neng, udah bangun?" Tiba-tiba sang asisten rumah tangga masuk ke kamar.
"Mbo siapa?" tanya Fatim, kepapa ibu-ibu yang nampak sudah memiliki cucu.
"Saya pembantu di sini," sahutnya sopan.
"Mbo, aye mimpi ya?" tanya Fatim, masih tak percaya.
"Bukan Neng, ini rumah Den Abi. Semalam, dia bawa Neng ke sini," jelasnya.
"Abi? Oh iya, malem dia nolongin gue," batin Fatim.
"Ya udah, kalo gitu saya pulang ya," pamitnya, seraya berdiri.
"Gak sarapan dulu?"
"Gak usah, makasih," tolaknya dengan senyuman.
Fatim berlari ke luar, dan berpapasan dengan mama Abi, yang akan berangkat kerja.
"Eh, kamu udah bangun?" tanya mama Abi, dengan suara lembut.
"I-iya, Tante. Makasih, udah ngizinin aye nginep di sini."
"Sama-sama. Kamu mau ke mana?"
"Pulang, Tan, mau sekolah."
"Sarapan dulu, gih," tawarnya.
"Ta-"
Mama Abi menariknya ke dapur, lalu mendudukannya di depan Abi yang tengah sarapan.
Fatim yang lapar pun menerima kebaikan mama Abi. Fatim pun sarapan seperti orang kelaparan dan mama Abi pergi.
"Lo doyan, apa laper?" tanya Abi, dengan wajah dinginnya.
"Laper ama doyan beda tipis," cetus Fatim.
"Rumah lo gede juga." Fatim membuka pembicaraan.
Abi tak menjawab.
"Bye the way, makasih udah nolongin gue," kata Fatim.
"Emh," sahut Abi dingin.
"Gue boleh gak, bawa anggur ini ke rumah?" Fatim menunjuk piring berisikan setumpuk buah-buahan .
"Miskin banget sih lo, anggur aja dipinta," hina Abi.
"Emang gue miskin," sahutnya jujur, dan menerima kekurangannya.
"Bawa aja semua."
"Seriusan lo?" Fatim melotot kaget, dan Abi masih menunjukan wajah dingin.
"Mbo!" panggilnya pada Mbo Surti.
"Iya, Den." Mbo segera menghampiri.
"Bungkusin ini buat dia," titahnya, tanpa menatap Fatim.
Mbo langsung kembali ke dapur, mengambil kantong plastik, lalu membungkuskan buah-buahan yang ada di meja makan.
Terlihat wajah Fatim sangat senang karena dia jarang sekali makan buah.
"Makasih ya, sekali lagi," ucap Fatim, namun Abi tidak meresponnya.
"Dingin banget sih lo!" sergah Fatim, yang mulai kesal.
Abi berdiri, lalu pergi meninggalkan Fatim yang masih makan.