Di sekolah, mulai terlihat semua murid sibuk akan penampilannya dan mendekor sekolah. Sepertinya beberapa hari lagi pelepasan kelas 12 akan dilaksanakan.
Fatim senang, akhirnya kini dia bisa banyak teman, walaupun temannya sering dia jaili. Jangankan teman baru, sahabatnya sendiri sering ia jaili.
Mereka, yakni kelas 11 IPS 1 masih sibuk membersihkan ruangan. Fatim membersihkan jendela bagian atas menggunakan meja dan kursi di atas meja agar mudah menggapainya.
Grek, grek.
Tangga buatan Fatim, bergeser bersamaan gerakan tangannya yang mengelap jendela. Namun ia tetap menikmati goyangan tangga buatannya, sambil sesekaki sengaja menggoyangkannya.
Sepertinya kursinya mulai berada di sisi meja, dan Fatim sama sekali tidak menyadari itu.
Brak!
Kursi terjatuh bersamaan dengan Fatim. Namun sebelum Fatim mengenai lantai, ia loncat terlebih dahulu, lalu memposisikan badannya seperti atlet yang akan lomba lari, ancang-ancang, lalu siap.
"Fatim gila lo!" teriak Yogi yang melihat Fatim melayang di udara.
"bangus ah," sahut Fatim dengan santai, ia berdiri dan menepuk tangannya agar debu pergi dari telapak tangannya.
"Et, gue laper beut nih," kata Fatim.
"Belum kelar, Fat," sambar Manap.
"Ye elah dah, gua mah, tinggal ngepel doang, Malih. Ngape gue harus bantuin juge." Fatim berjalan ke luar, menuju kantin.
Di jalan, ia melirik kelas Erika yang sudah rapi. "Ka, makan yuk. Lo yang bayarin," kata Fatim, dengan wajah menyebalkan. Alis kanan diangkat, mata disayukan, dan bibir maju sedikit.
"Muka lo, asem!" sentak Erika. Keduanya masuk ke kantin.
"Ka, bosen nih makan ginian," cetus Fatim.
"Lau mau makan apa emangnya?" tanya Erika.
"Kite lomba, yuk?"
"Lomba apa?" tanya Erika tak perduli.
"Kite makan cepet."
"Hadianya apa?" tanya Erika mulai tertarik.
"Kagek ade ape-ape seh," sahut Fatim watados.
"Eh, lo ngomong yang bener apa," kata seseorang tak lain adalah Panji.
"Eh, Bang Panji," sapa Fatim dengan cengengesan.
"Ngape Beng, eh, Bang maksudnye," ejek Erika.
"Lo bedua bener-bener ye!" sergah panji.
"Lau ngape?" tanya Fatim.
"Betawi lo nonjol banget, kaya dada Nikita Mirzani," timpal Panji.
"Hahahah, kirain dada gue. Kaget gue," sambung Fatim.
"Dada lo kagak ada!" sergah Muslih.
"Weeeeh, sembarangan lo," sungut Fatim dengan nada santai namun mengerikan.
Fatim menunduk guna melihat dadanya, rupanya yang dikatakan Muslih benar bahwa dadanya kecil.
"AKU JELEK, DAN AKU BANGGA!" teriak Fatim, sambil memegang sendok dan mendongak ke arah Muslih yang ada di kursi lain.
"Gak nyambung lo, tolil," timpal yang lain yang ada di kantin.
Fatim terdiam, wajahnya terlihat panik. Ia melirik Erika. "Kenape?" tanya Erika tak paham, yang dibalas gelengan kepala oleh Fatim.