40. Drama Gaje

10 2 0
                                    



Lapaknya lagi sepi, Fatim memanfaatkan waktu untuk berlatih silat lagi. Ia mengingat gerakan yang almarhum babehnya ajarkan dulu. Sesekali, ia berhenti untuk melayani pelanggan lalu berlatih kembali.

Pukul 9 malam, Erik datang membawa paper bag di tangannya.

"Ngapain lo di mari?" tanya Fatim sinis.

"Gue mau kasih ini ke lo." Erik menyodorkan paper bag itu.

"Gak useh," acuhnya.

"Gue beli ini dari hasil gue manggung," ungkap Erik.

"Oh."

"Lo pasti suka." Erik tersenyum, walau Fatim mengacuhkannya.

Fatim yang penasaran, mengambil paper bag itu dan langsung membukanya. Terdapat kardus persegi panjang. Dengan wajah yang masih jutek, Fatim membukanya.

Fatim terdiam sejenak, melihat itu. "Kenapa dia beliin sepatu semahal ini?" batinnya.

"Ngape kasih ini?" tanya Fatim.

"Gue stalking IG lo, makanya gue tau apa yang lo suka," dalih Erik dengan PD-nya.

"Makasih ye," ucap Fatim, diangguki Erik.

Keduanya duduk di meja yang sama. Tak ada yang mau membuka pembicaraan terlebih dahulu. Fatim masih kesal dengan Erik yang memutuskan hubungannya dengan Erika.

"Lo ngambek ama gue?" Setelah satu jam setengah, barulah Erik membuka suara.

"Lo pikir aje."

"Kenapa?" tanya Erik, benar-benar tak paham akan sikap Fatim.

"Gak tau," timpal Fatim.

"Ayolah, ini cuma masalah cinta monyet," rengek Erik yang tak kuat didiemin Fatim.

"Monyet dibawa-bawa," cetusnya.

"Terus apa, kalo bukan cinta monyet?" tanya Erik.

"Alasan lo mutusin die ape?" tanya Fatim ngotot.

"Gue gak cinta sama dia. Percuma gue pacaran sama dia, toh dia juga gak bakalan bahagia sama gue. Yang ada, gue kesiksa," tutur Erik dengan jelas, membuat Fatim diam seribu bahasa.

"Lo suka kan, sama gue?" tanya Erik penuh penekanan.

Fatim tak menjawab.

"Ngapa diem? Bener, kan?" desak Erik.

"Kagaklah, Bego," sergahnya cepat.

Dret, dret.

Ponsel Erik bergetar. Matanya menatap layar ponsel. Terdapat papa yang meneleponnya. Segeralah ia mengangkat panggilan dari papa.

Setelah selesai menelepon dengan papa. Ia berpamitan pada Fatim.

"Huft, pergi juga dia. Tapi,  nih sepatu bagus juga," batinnya, lalu tersenyum memandang sepatu itu.

11. 00 pm.

Fatim segera merapikan lapaknya. Malam ini ia tutup lebih awal.

***

Hari pelepasan kelas 12 pun tiba. Sekolah sangat ramai dan padat. Fatim mengenakan kemeja putih polos, jas dan celana bahan berwarna hitam, dan sepatu hitam pemberian Abi.

Semenjak persiapan ini, Fatim dan Abi sangat jarang bertemu. Fatim ditatap aneh oleh setiap pasang mata. Ia merasa terintimidasi.

"Lau pada ngapa dah?" tanya Fatim, mengerutkan alis dan menyipitkan matanya.

Cah Semprul ( Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang