Fatim sudah siap dengan dagangannya. Tak lupa ia membawa alat pelontar kegabutannya; headphone, ponsel, dan beberapa barang lainnya.
Dung, dung tak dung dung dung.
Dung, dung tak dung dung dung.
Tangan Fatim membuat nada lagi di meja dengan sedikit geolan pundaknya.
"Ekhem-ekhem," dehem seseorang membuyarkan kegiatan santuinya..
"Elo? Ngape di mari?" tanya Fatim santai.
"Gue ada urusan sama lo," ucapnya.
"Apaan, Kucrut? Gue gak ada bisnis ame lo," cetus Fatim.
"Gue bingung," keluhnya.
"Lah, ngape?" tanya Fatim.
"Papa nyuruh gue kuliah di L.A," katanya parau.
"L.A tuh apaan?" tanya Fatim polos.
Tuing.
Abi menoyor jidat Fatim.
"Los Angales, Curut," cetus Abi.
"Oh, bagus dong." Fatim tersenyum.
"Gue gak bisa," rengeknya.
"Ngape? Bukanya lo pengen kuliah di sono?"
"Iya, tapi---gue gak mau kehilangan--"
"Ya elah, lebay lo. Si Nesa kagek bakalan pergi dari lo," potong Fatim.
"Bukan Nesa."
"Laka bukan Nesa?" Fatim menarik dagunya.
*laka itu kek 'lah'*
Abi menaruh tangannya di kedua bahu Fatim, lalu menyatukan pandangan dengannya.
"Gue takut lo pergi," ucapnya sendu.
"Aaaaaahahahah." Mulut Fatim terbuka tangan lebar.
"Kok lo malah ketawa?"
"Abi, gue kegek bakalan ke mane-mane. Hahah, ngadi-ngadi aje lo," cicit Fatim.
Abi menekan bahu Fatim dengan sedikit kuat.
"Gue suka sama lo," ucapnya penuh penekanan.
Wajah Fatim berubah menjadi datar, ia saat ini sedang tak merasakan getaran hebat di dadanya ataupun jantungnya berontak.
Fatim itu awam pada cinta, ia hanya suka dan sekedar mengagumi saja. Ia belum begitu memperhatikan cinta di sekitarnya
"Eh, lo gila ya?" Fatim mengusap wajah Abi dengan ketiga jadi tengahnya.
Prrrt.
Prrrt.
Abi membuat getaran di bagian bibirnya, seakan-akan menghilangka bau tangan Fatim.
"Abi, lo kalo mau kuliah, kuliah aje. Kagek usah lo mikirin gue. Kalo lo sukses, gue juga seneng," ujarnya, menatap lekat Abi.
"Lo gak suka sama gue?" tanya Abi.
Kepalanya menggeleng perlahan, guna menjawab pertanyaan Abi.
"Kenapa?"
"Gue gak mau kenal cinta. Gue gak mau sakit hati," sahut Fatim pelan.
"Ya udah, gue harus cabut sekarang." Abi berdiri lalu pergi dengan perasaan kecewa karena Fatim tak menginginkannya.
Fatim hanya bisa melihat kepergian Abi dari posisi duduknya.