Fatim bersembunyi di sebuah klub basket, yang terdapat beberapa anak klub basket tengah latihan.
"Lo liat si Fatim gak?" tanya Firman pada Dian, teman kelas Fatim.
"Noh." Dian menunjuk ke sebuah arah dengan wajahnya, lalu melanjutkan kembali latihannya.
Fatim jongkok di belakang kursi, dengan masih terengah-engah.
"Di sini, lo rupanya." Firman secara gaib ada di hadapan Fatim, sambil berkacak pinggang.
"Mampus gue," batinnya.
"Sini lo!" Firman menarik tangannya, lalu menyeretnya ke ruang musik. Di sana sudah ada beberapa siswa lain yang sudah menunggunya.
Fatim dibanting Firman ke sudut ruangan.
"M-mau ngapain lo?" tanya Fatim dengan wajak kikuk.
"Gara-gara lo, klub gue berantakan!" bentaknya.
"Gue kagek sengaja, Pirman," belanya pada diri sendiri.
"Nama gue Firman, bukan Pirman," tandasnya.
"Ya maap, salah ngucap."
"Lo gak bisa nyebut f ya?"
"Bisalah, bego!" sentak Fatim.
"Berani lo ngatain gue bego?!"
"Emang gue takut sama lo?" tanya Fatim, dengan wajah mengejek.
Plak!
Firman menampar Fatim.
Semua mata melotot, melihat Firman sekasar ini pada perempuan, apalagi dia adik kelasnya.
"Lo berani nampar gue?" tanya Fatim parau.
"Emang lo siapa?" tanya Firman, dengan wajah tak perduli.
"Gue sampah. gue sadar, gue sampah," ucap Fatim, yang matanya mulai memerah.
"Gak usah nangis lo. Gak perduli gue sama lo!" sentaknya.
"Emang gak ada yang perduli sama gue, Firman," rengek Fatim. "Udah, lo tampar gue lagi aja," sambungnya.
Firman pun seketika menjadi lemah. Ia tak kuat menatap Fatim yang menangis. Gerakannya seketika menjadi kaku.
"Kenapa, lo gak berani nampar gue?"
Firman masih terdiam.
"Ayo tampar gue!" Fatim berjalan melangkah ke dram yang sudah rusak. Fatim menendang dram itu berkali-kali hingga membuatnya semakin rusak.
Firman kembali terbakar amarahnya. Ia langsung mengampiri Fatim yang sedang menantang dirinya. Dengan kuat Firman menarik Fatim dan melemparnya ke dinding.
Beug!
Crot!
Fatim memuncratkan darah dari mulutnya. Seketika Fatim pingsan.
"Lo gila!" teriak teman klubnya.
Temannya yang bernama Abi, menggendong Fatim, untuk dibawa ke UKS. Di dalam Fatim langsung diperiksa oleh dokter yang berjaga di sekolah.
Pelajaran kembali dimulai, dan Fatim masih berada di UKS. Pukul 12 siang Fatim bangkit dari tidurnya.
"Enggggeh, jam berapa ini?" Fatim melihat jam dinding. "Aduh jam 12. Lumayan, tidur satu jam," ucapnya pelan.
Fatim bergegas ke toilet, mengambil wudhu, lalu shalat di mushola sekolah.
Kini Fatim sudah ada di kelas. Duduklah Fatim di kursinya, dengan wajah tanpa masalah.