Dila dibawa Pak Pandu ke kantor, guna menenangkannya, sedang Fatim ditinggal sorang diri di kelas. Fatim masih termangu akan kejadian barusan."Gile, ngape gue yang kena semprot," gumamnya yang kikuk sendirian di dalam kelas.
"Kak, disuruh guru, ke kantor," ucap adik kelas di depan pintu, membuyarkan renungannya.
Fatim berjalan menuju kantor dengan wajah polosnya.
"Duduk kamu, Fatim," titah Pak Heru---selaku pembina osis.
Dengan wajah tanpa dosa alias watados, ia duduk di sofa kantor dan menatap Pak Heru dan beberapa guru lainnya yang ada di dalam.
"Kamu udah kelewatan, kenapa kamu bentak-bentak dia? Dia salah apa sama kamu? Bukannya dia baik sama kamu. Hati kamu terbuat dari apa sih?"tTutur Pak Heru dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Fatim masih dengan wajah bloonya, hanya menatap Pak Heru.
"Emang aye kenape?" tanya Fatim polos.
"Fatim, saya liat kamu bentak Dila," bocor Pak Pandu.
"Apaan sih, Pak? Tanya aja sama dia, masalahnya apa?" elak Fatim pelan.
"Kamu bener dibentak Fatim?" tanya Pak Heru.
Dila diam, dia tak bisa berkata-kata, entah oon, bloon atau pileg (bukan pilek ya) yang intinya Dila sedang stres akan kehamilannya.
"Dila jawab, jangan meneng bae, bantuin gue." Fatim memegang kedua tangan Dila dan menggoyangkannya.
"Dila jawab," desak Pak Adi yang diam di dalam .
Dila menggelengkan kepalanya, lalu berlari ke luar.
"Ya Allah, malah cabut tuh bocah," batin Fatim kesal.
"Fatim, saya hukum kamu," tandas Pak Heru.
Wajah Fatim berubah kesal. Ia memutar bola matanya malas, seraya bibir kanan yang dilesungkan.
"Bersihkan halaman sekolah. Sana pergi."
Dengan perlahan Fatim berjalan keluar. Mulailah ia membersihkan halaman dari depan kantor.
Jam pelajaran sudah dimulai, Fatim masih belum selesai membersihkan sampah di sekeliling sekolah.
Dian si kutu buku, siang ini tak masuk kelas. Ia berdiam di perpustakaan. Tak sengaja matanya menangkap Fatim yang sedang memunguti sampah.
"Kasian banget dia, dihukum terus," batim Dian.
Ia berjalan ke luar.
Tiba-tiba saja Dian memasukan sampah ke kantong yang ada di tangan Fatim. Ia melongo melihat Dian yang tiba-tiba membantunya. Tanpa berkata, keduanya menyelesaikan tugas ini.
Pulang sekolah, Fatim tidak menemui Dila, ia merasa kecewa karena dia tidak menyelamatkannya dari kesalah pahaman ini.
Siang ini, Fatim dan tim pramukanya berlatih dengan baik.
***
Satu minggu berlalu dengan cepat. Para perwakilan berbaris di depan halaman sekola, diberi pengarahan oleh guru. Pak Adi dan Pak Pandu sebagai pembinanya.
Berangkatlah mereka dengan pakaian pramuka lengkap, baret, dan lambang-lambang yang menempel di seragam mereka.
Di perjalanan Fatim tak banyak bereaksi, cenderung diam. Sedang teman yang lainnya bersorak gembira.
Sesampainya di lokasi, mereka mendirikan tenda. 10 siswa dan 10 siswi mendirikan tenda di masing-masing kawasan. Fatim adalah wakil dari ketua kelompoknya.