Sesampainya di rumah, Fatim mulai merapikan alat olah raganya, karena ia akan ke sekolah lagi.
"Nyak, aye berangkat ya," ucap Fatim, seraya berjalan ke luar kamar.
"Ke mane?" tanya enyak.
"Ke sekolah, latihan olah raga."
"Latihan mulu lu. Ikut lomba kagek," cerca enyak.
"Ya elah, Nyak," manjanya.
"Jangan kemalem pulangnye."
"Inshaa Allah, Nyak."
"Lah, emang lu mau ke mane lagi?"
"Ada urusan di sekolah."
"Lagu lu," goda enyak.
"Et dah, si Enyak. Sekrang aye masuk anggota osis, jadi bakalan sering ke sekolah," jelasnya.
"Setan apa yang merasukimu," ucap enyak, sambil bernyanyi.
Sepertinya enyak sedang senang dengan lagu tersebut, hingga kebawa suasana, dan menyanyikan sepenggalan kalimat itu.
"Dih, si Enyak, malah nyanyi." Fatim menarik kepalanya ke belakang dengan wajah kikuk.
"Ya illah, kali-kali, Tim."
"Ya udeh, aye berangkan ah. Samlikum." Fatim pergi.
"Tuh anak, bukannya salam yang bener, malah begitu. Samlikum. Apaan samlikum," gerutu enyak.
Sampailah Fatim di sekolah. Seperti biasa, dia selalu telat dalam latihan apapun. Dia belum memiliki keinginan untuk on time.
Fatim langsung ikut di barisan, melakukan pemanasan. Sore ini anak olah raga dikumpulkan, karena akan diadakan lomba di sekolah lain.
Semua anggota klub olah raga latihan dengan keras. Fatim yang kurang pandai dalam mengoper bola, selalu di omelin guru.
Walaupun sering diberi arahan, tapi dia tetap begitu, mainnya asal-asalan.
Jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Mereka bergegas pulang ke rumah masing-masing.
Dijalan menuju parkiran, ia mendapat kesialan yang tak terduga. Ia tertusuk paku payung, yang menancap di sepatunya, hingga parat ke kakinya.
Ia meringkih kesakitan. Fatim duduk di atas paping blok. Berusaha mencabut paku yang nanceb di kakinya, akhirnya Fatim berhasil mencabutnya, walau darah memenuhi sepatunya. Fatim pun mulai menggoes, dalam keadaan seperti itu.
Cussssss.
Sepeda Fatim oleng.
Brugh!
Fatim terjatuh.
"Aaaaaaaah," raung Fatim.
Ia berdiri, sambil mendirikan sepedanya juga.
"Ini kenapa sih?" Fatim jongkok. "Oh my gosh, bocor," ucap Fatim pasrah.
"Kenapa sih, gue sial mulu," gerutunya. Fatim kembali melangkah menuju rumah, mendorong sepadanya dengan berjalan pincang.
"Assalamualaikum." Fatim masuk ke rumah.
"Ngape tuh muke, kusut bener," ucap enyak, yang melihat anak gadisnya murung.
"Bannye bocor, Nyak," keluhnya.
"Ya udeh, bawa ke bengkel aje besok," usul enyak.
"Terus jualan gimane?" tanyanya.
"Ya teteplah," tandas enyak tegas.
"Beli motor kek, Nyak," usulnya.
"Duit dari mane. Buat sekolah aje susah, ape lagi beli motor," gerutu enyak.