"Serius banget belajarnya," ejek Erik, saat Fatim menutup bukunya.
"Lagi kerasukan jin rajin dia," timpal Erika.
"Emang jin ada yang rajin ya?" tanya Erik dengan wajah mengejek.
"Ada, lah, buktinya gak ada angin atau gugur, dia rajin banget. Di sekolah juga dia bersihin semua ruangan klub," jelas Erika, dibalas anggukan oleh Erik.
"Gue kena hukuman lagi, anjir," skak Fatim.
"Hahahah." kedua E tertawa.
"Gue siram lu ya, ngetawain gue mulu," kesal Fatim.
"Iye, iye maaf."
"Kalian barengan ya?" tanya Fatim menghentikan tawaan mereka.
"Iya," sahut Erika.
Fatim melongo. Ia masuk ke alam pikirannya. "Bagus dah, si Kunyuk jadi gak galon lagi," batin Fatim.
"Lo gak usah cemburu, Fat, gue cuma bareng aja ke sini," jelas Erik.
"Dih, sape yang cemburu, udah gile lu ye?" cicit Fatim.
"Lo ngomongnya ngegas mulu deh," goda Erik.
"Emang gitu, Rik, dia gak pernah santai ngomognya. Liat aja mulutnya, ampe tebel gitu," ejek Erika.
"Wah, bener-bener nih bocah minta dicukur," ancam Fatim.
"Et-et, gue udah bertahun-tahun ya, jagain rambut gue," bela Erika.
"Bodo amat." Fatim mengeluarkan napasnya ke idung Erika.
Erika menutup hidungnya, tak ingin kena infeksi dari napas Fatim.
Di sisi lain.
"Abi?" panggil mama di depan pintu kamar Abi.
"Iya, Ma ," sahutnya, masih duduk di kursi belajarnya.
"Tolong beliin Mama martabak telor, Nak. Mama kangen sama martabak babeh," punta mama.
"Sekarang yang jualan anaknya, Ma," kata Abi.
"Hah, emang babeh ke mana?"
"Sakit."
"Oh, ya udah, beliin aja," kekeh mama.
Abi pun pergi dengan hati yang ikhlas. Abi pergi dengan motor ninjanya, karena mobilnya sudah rapi di dalam bagasi.
Sampailah abi di lapak Fatim. Langsung saja ia memesan tanpa memperdulikan keadaan.
"Judes banget lu," ucap Fatim.
"Bikinin aja. Gue males ngomomg sama murid bermasalah kaya lo," timpal Abi pedes.
"Sebesar itukah masalah gue di sekolah?" batin Fatim.
Erik yang mendengar ucapan itu kesal, namun ia menahan emosinya karena tidak kenal juga dengan Abi. Namun ia merasa pernah melihatnya bersama dengan Nesa sahabatnya.
Abi melirik Erik yang tak asing baginya. Abi mengingat-ingat siapa laki-laki yang duduk itu. Setelah keras mengingat, akhirnya ia ingat. Abi pernah melihat fotonya di ponsel Nesa yang senang nongkrong bersamanya.
"Lo temen Nesa?" tanya Abi langsung.
"Lo kenal Nesa?" tanya Erik balik.
"Nesa pacar gue."
"Hahahahah, seriusan lo?" tanya Erik, masih tak percaya.
"Emang kenapa?"
"Nesa gak pernah cerita. Selama gue sahabatan sama dia, dia gak pernah bilang," ujar Erik.