Sampailah Fatim di sekolah. Kini terlihat wajahnya sedikit ceria, ia sudah merasa bosan menunjukan wajah murung terus.
"Hey, everybody!" sapa Fatim yang bersandar di pintu dengan tingkah konyolnya yang menyilangkan kaki, berkacak kepala. Karena bukan kacak pinggang.
"Tumben lo dateng pagi?" tanya Winda.
"Setan baik masih betah di tubuh gue," sahutnya bangga. Duduklah ia di kursinya sambil berusaha ikut nimbrung dengan percakapan para siswi.
Fatim tak bisa mengerti apa yang mereka bicarakan. Akhirnya Fatim menggeser kursinya dan kini duduk bersampingan dengan mereka.
Masih tak mengerti juga, ia memajukan kepalanya, hingga kepala mereka bersatu dalam satu lingkaran yang tak goyah walau diterpa gelombang di pantai Bali.
Apaan sih gak jelas, skip.
"Ngape lo?" tanya Dila.
"Lo ngomongin apaan sih?" tanya balik Fatim.
"Eh, lo gak tau masalah si Erika?" tanya Syarifah.
"Wah, parah lo," caci mereka.
"Wa-wa-wah."
"Katanya lo sahabat dia, masa gak tau?"
"Lah, ngapae jadi nyalahin gue. Gue gak tau ape-ape?" elak Fatim.
Mereka menggeleng kepala bersamaan.
"Eh, emang Erika ngape?" tanya Fatim.
"Dia katanya putus sama cowonya."
"Lah, ngape dia gak bilang ke gue?" heran Fatim.
"Dia tau, kalo lo lagi kalut. Jadi dia gak cerita ke lo," sahut Syarifah.
Brak!
Usai menggebrak meja, Fatim pergi mencari Erika. Ketemulah Erika, rupanya dia duduk di sudut kelas dengan memegang ponselnya dan menatap dinding berwarna putih.
"Ngape lo?" tanya Fatim yang duduk di sampingnya.
"Kagak," sahutnya datar.
"Lo lagi badmood, ya?"
"Lagu lo, badmood," ejek Erika yang mendengar kata aneh dari mulut Fatim.
"Kali-kali gue ngomongnye keren," dalih Fatim.
"Serah moncong kaulah," sergah Erika.
"Lau ngape?" tanya Fatim lagi.
"Lemes gue, pen tidur," sahutnya."
"Tidur di perpus, yuk," ajak Fatim.
"Gaskeun." Dengan segera Erika berdiri dan keduaya menuju perpus. Erika tak menunjukan kesedihannya dan juga tak memberitahu hubungannya dengan Erik telah kandas diterpa gelombang.
Namun Fatim mengereti akan perasaan Erika saat ini. Ia juga gak membahas masalah percintaannya, agar dia segera melupakan si Erik-erik itu.
"Ada film baru, Nge," kata Fatim yang sedang duduk berdandar di dinding.
Keduanya saat ini sudah ada di sudut perpustakaan yang jarang sekali murid berdiam di situ.
"Film apaan?" tanya Erika.
"Komedilah, Maemunah," sergah Fatim.
"Lo ngegas mulu, dah."
"Elo kampret, ah elah gua mah. Udah ah gue mau nonton."