Karena Abi cuek pada Fatim, Fatim pun bersikap dingin.
"Nih, 30 ribu." Fatim memberikan pesanannya.
"Makasih." Sena memberikan uang 50 ribu.
"Kagek ade duit pas ape?" tanya Fatim.
"Yang, kamu ada uang pas gak?" tanya Sena pada Abi.
"Gak ada, Sayang," sahut Abi, halus.
"Ya udah, kembaliannya buat kamu aja. Salam buat babeh ya," kata Sena, lalu pergi.
"Emp," sahut Fatim pelan. Ia duduk di kursi yang ada di depan gerobak.
"Oh, jadi itu pacar si Es Batu, cakep juge. Pantesan die dingin ame cewe lain," gumam Fatim.
Keduanya sudah kembali ke taman sebelumnya.
"Kamu mau gak?" tawar Sena.
"Enggak ah, buat kamu aja," tolaknya halus.
"Aku mau kamu makan ini, enak loh," pinta Sena, manja.
"Aku gak pernah makan gituan," tegasnya.
"Makan gak!" paksanya, tak suka dibantah.
Abi menunjukan wajah kesal, namun ia tak ingin moment langka ini hancur karena keegoisannya. Abi pun memakan satu potong martabak itu.
"Aduh, makanan apa ini? Baru kali ini gue makan begitnian. Ternyata enak, gak nyangka, si Rese itu bisa bikin ginian," batin Abi, sambil mengunyah.
Abi mengambil beberapa potong lagi, dan makan dengan lahap. Sena tersenyum melihat Abi makan seperti orang kelaparan.
"Laper, apa doyan?" goda Sena.
Abi pun berhenti menyuap, lalu diam. Beberapa detik kemudian dia tersenyum.
"Ternyata makanan pinggir jalan enak juga ya," ucap Abi.
"Makanya, kamu jangan sombong," pesan Sena.
"Sombong apaan sih, Yang?" elak Abi, manja.
"Kamu jangan mentang-mentang kaya, gak mau makan di pinggir jalan," ujar Sena.
"Iya sayang, aku usahain untuk gak sombong. Pacar aku kan sederhana."
"Iya, tapi kamu gengsikan, makan pinggir jalan?" tanya Sena.
"Sayang udah dong, jangan bahas itu. Aku kan mau jadi pacar terbaik kamu," rengek Abi, membuat Sena tersenyum.
"Kamu lucu." Sena mencubit hidung Abi hingga merah.
"Ah!" teriak Abi.
"Anter aku yuk."
"Ke mana?" tanya Abi.
"Udah, anter aja."
Keduanya masuk ke dalam mobil. Sena mengarahkan jalan. Tak berselang lama, sampailah keduanya di rumah kecil nan sederhana.
Masuklah sena ke dalam, dengan beberapa bingkisan. Abi yang tak mau masuk ditarik oleh Sena.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam," sahut babeh, kebetulan sedang duduk di dalam.
"Eh, Non Sena," sapa babeh.
"Babeeeeeeeeeh!" Sena memeluk babeh, seperti pelukan anak pada ayahnya. Keduanya sudah sangat dekat.
"Ke mane aje lu, kagek pernah nongol?" tanya babeh senang.
"Aku sekolah di Jepang, Beh."
"Walah, jauh amat lu." Babeh kaget.
"Kan papa sama mama sekarang tinggal di sana."
"Jadi, lu juge tinggal di sono?"
"Iya Beh. Oh ini, aku beliin makanan buat babeh sama enyak. Enyak mana?" Sena celingukan.
"Lagi beli sayuran."
Sena mengangguk.
"Ini sape?" Babeh menunjuk Abi yang sedari tadi berdiri, tak mau duduk.
"Ini pacar aku, Beh." Sena memperkenalkan Abi, dengan memegang tangan Abi. "Duduk sini," titah sena yang sedikit menariknya. Abi pun duduk di samping Sena.
Setelah puas melepas rindu, Sena berpamitan pulang.
"Oh iye, lu suka ubi, kan?" tanya babeh
"Iya, Beh."
"Bentar." Babeh masuk ke dalam.
Beberapa menit kemudian, babeh keluar lagi, dengan membawa kantong plastik berisikan ubi ungu.
"Waaah, Babeh, makasih banyak." Sena memeluk babeh
"Iye, same-same. Dah balik sono, entar keburu malem," titah babeh.
Kenapa babeh meminta Sena segera pulang? Karena takut kemalem, sedangkan anaknya berjualan hingga malam, bahkan pulang dini hari. Jika Fatim tahu, mungkin dia langsung sesak dadanya, karena ketidak adilan ini.
Di dalam mobil, Abi menunjukan wajah kusam. Dia sangat tak suka Sena dekat dengan orang lain, apalagi akrab. Sena sedikit tak suka dengan sikap Abi yang arogan, dan tak baik pada orang lain.
"Kamu gak suka aku nemuin babeh? Dia itu baik loh."
"Aku juga baik." Abi tak mau kalah.
"Kamu jahat," sergah Sena.
"Jahat gimana?"
"Bahkan kamu gak salaman sama babeh," skak Sena.
"Kan aku gak kenal dia," elaknya.
"Setidaknya respect, kek." Sena cemberut.
"Iya sayang, maaf. Aku akan belajar sesuai apa yang kamu mau. Udah ya, jangan ngambek. Masa aku diambekin sih," rengek Abi.
"Aku ngantuk, mau tidur," ucap Sena, tak ingin membahas apapun lagi dengan Abi.
Abi melajukan mobil menuju rumahnya. Sampailah ia di rumah. Terlihat rumah sepi, karena kedua orang tuanya jarang di rumah.
Keduanya masuk ke kamar Abi. Sena menyimpan tasnya, lalu masuk ke kamar mandi, guna membersihkan badannya.
Usai mandi, sena mengambil baju yang ada di dalam lemari milik Abi. Ia sudah terbiasa melakukan apapun yang ia mau pada Abi dan rumahnya.
Usai mengenakan pajama milik Abi, Sena merebahkan badannya di kasur, dan sedari tadi tidak ada percakapan di antara keduanya.
Abi melihat Sena berbaring di kasurnya. Abi pun mandi agar tubuhnya menjadi segar. Usai mandi, Abi melakukan apa yang Sena lakukan.
Saat telah berbaring di samping Sena. Sena membelakanginya.
"Kenapa?" tanya Abi lembut.
"Males liat muka kamu."
Abi pun menggelitik Sena, hingga ia berbalik badan, mengarah padanya. Usai keduanya saling berhadapan, tatap pun terjadi.
Pak, cepak, cepak, jeder.
Perlahan Abi mendekatkan wajahnya, Sena memejamkan matanya. Kedua bibir mereka pun bertemu.
Di sisi lain, Fatim sedang sibuk dengan pelanggannya. Sepertinya malam ini banyak pelanggan, bahkan untuk bernyanyi pun ia tak bisa.
Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Barang dagangannya sudah habis. Fatim merapikan barang- barannya, lalu menutup gerobak dan pergi ke rumah, dengan mengendarai ninjanya.
Sampailah ia di rumah. Ia langsung masuk ke dapur dan menyimpan keranjangnya. Fatim kaget, karena ada banyak makanan di meja dapur.
Kedua orang tuanya telah tidur. Fatim menghirup aroma makanan itu, membuatnya lapar. Makanlah Fatim dengan lahap.
***
Hurrrrrrraaaaa!
Vote yuk ah, dikit aja, tinggal klik, udah kelar.
Hatur nuhu pisan, yang udah vote.
Love sekebon.