Abi makan dengan lahap, hingga Fatim yang melihtanya melongo dengan mulut terbuka.
Abi tak sengaja meliriknya, ia memasukan satu potong martabak ke mulut Fatim dengan paksa.
"Aggggh!", teriak Fatim namun tertutup martabak. Fatim merasa sedikit lapar, mengunyah martabak itu.
Abi kembali tersenyum padanya.
"Dih ngape lu, senyam senyum mulu perasaan?" sergah Fatim.
"Lucu."
"Dih, kocak." timpal Fatim.
"Seriusan bego, gue gak pernah punya temen cewe selain sekarang. Gue cuma deket sama Nesa aja," ungkap Abi.
"Bodo amat." Fatim acuh.
"Lo gak kasian apa sama gue?"
"Eh, lo aja nyiksa gue mulu. Ngapain gue harus kasian sama cowo kejam kaya lo?"
"Gue kejam gimana?"
"Lo nyiksa gue."
Abi mengerutkan kedua alisnya, karena dia tidak merasa bahwa dia kejam, tidak seperti apa yang Fatim katakan.
"Makasih ya." ucap Abi pelan,melihat Fatim cemberut. Fatim menatap wajah Abi dengan puppy face-nya, membuat Abi langsung sesak napas.
"Mampus lo, mukanya imut banget, mati gue," batin Abi terkesima melihat keimutan wajah Fatim.
Abi mengusap wajah Fatim dengan tangan kanannya yang masih banyak minyak.
"Argh, begooo!" teriak Fatim, sadar bahwa tangan abi banyak minyak.
"Sorry-sorry, gue lupa belum ngelap tangan." Abi mengambil tusi, membahasinya dengan air, lalu mengusap wajah Fatim dengan tisu itu.
Fatim memejamkan mata selagi Abi mengusap wajahnya. Ia sengaja seperti itu agar tidak menapat mata Abi yang berwarna biru itu, karena ia akan menjadi gila.
Abi menatap Fatim yang menutup rapat matanya, lalu tersenyum.
"Dah ah, manja banget lo." Abi menoyor jidat Fatim, hingga sedikit mendongak. Fatim kembali menundukan kepalanya sambil cemberut. Ia ingin marah namun tak bisa.
"Udah ah, jangan gitu mulu, entar gue suka lagi sama lo. Nanjis gue suka sama cewe kampungan kaya lo," ejeknya.
Plak!
Fatim menampar Abi. "Pergi lo!" usir Fatim sambil berkacak pinggang
Wajahnya memerah, ia merasa ucapannya terlaku menyakitkan. Abi berdiri, menaruh uang di meja, lalu pergi.
"Aaaaaah stres gue lama-lama deket dia!" raung Fatim sambil mengambil uang di meja lalu menyimpannya ke laci dan kembali duduk.
Di jalan abi memikirkan Fatim yang sepertinya sangat marah padanya. Mulai ada benih-benih cinta merasuki hati Abi. Namun ia juga masih menyayangi Nesa.
Ia masuk ke rumah dan berhenti di depan rak sepatu mahalnya. Ia beraba dan merasakan kebahagiaan seperti apa yang Fatim pernah ceritakan, saat ia menyentuh sepatu-sepatu ini.
"Gue gak pernah seseneng ini pas megang sepatu gue. Tapi setelah dia bilang gitu, gue ngerasain yang aneh," batinnya.
"Ini kan sepatu cowo, kenapa dia suka?" batin Abi bertanya-tanya.
Abi merebahkan badannya di kasur empuk miliknya, membuka ponsel dan mencari info Fatim lewar sosmednya.
Scroll.
Scroll.
Scroll.
Ia melihat beberapa foto Fatim keren abis. Penampilannya yang sederhana dan genre semua musik ia suka.