Tak selang lama, kericuhan itu berhenti seketika, karena ada guru masuk ke kelas.
"Dikarenakan Pak Andri tak mau ngisi kelas ini, jadi diganti sama pelajaran lain," tukas guru PAI yang sudah duduk di kursi guru.
"Yah, Pak, gak bisa gitu dong."
"Kita kan bisa ngisi pelajaran biologi dengan menulis."
Mereka protes.
"Sejak kapan kalian punya inisiatif untuk ngisi pelajaran kososng dengan menulis? Ada guru aja kalian gak nulis, terutama Fatim," cetus guru.
Fatim lagi, Fatim lagi yang kena sasaran dari semua kesalahan ini.
"Lo sih gak pernah nulis!"
"Huuu!"
"Males lo!"
"Huuu!"
"Udah-udah," lerai guru PAI.
kelas pun dimulai. Guru PAI yang masih muda dan hitam manis ini, selalu membuat Fatim semangat dalam pelajarannya.
Guru yang bernama Adi ini membuatnya terkesima. Apalagi ketika Pak Adi tersenyum, melelehlah hatinya seketika.
Saat memperhatikan pelajaran ini, Fatim teringat pada scene, di mana ia menonton film drama yang kocak.
Fatim memeragakan hal itu, yakni membuka mulutnya saat menatap seseorang dan orang itu adalah Pak Adi.
"He he he, coba ah," gumam Fatim dalam hati, seraya mangap dan menatap Pak Adi.
"Fatim! Mingkem!" titah guru itu membuyarkan Fatim yang memperhatikannya.
"Emp." Sesegera mungkin Fatim menutup mulutnya.
"Perhatikan yang bener." Pak Adi mencubit lengan Fatim.
"Agh, sakit, Pak." Fatim menepis tangan Pak Adi.
Pak Adi kaget karena Fatim berani menepis tangannya, namun itu tak membuatnya benci. Ia meneruskan menerangkan pelajarannya.
Usai menerangkan, seperti biasa, setiap guru pasti akan memberi muridnya tugas. Kini Pak Adi tengah menulis tugas di papan tulis.
Dengan sigap Fatim menulis apa yang ada di bord lalu mengisinya dengan santai.
Pelajaran PAI ini salah satu pelajaran paforitnya dan ada beberapa pelajaran lain yang ia senangi.
"Kerjakan dengan benar ya anak-anak," titah Pak Adi, dengan suara yang merangkul.
Kelas langsung hening, hanya guratan pena dan jam dinding yang terdengar.
"Selesai, Pak," ucap Fatim, memecah keheningan kelas.
"Cepet baget kamu."
"Ya emang gampang. Kan baru diterangin, jadi paham," sahut Fatim, penuh ke-PD-an.
Fatim berjalan ke depan memberikan bukunya lalu kembali duduk. Pak Adi memeriksa tugas Fatim.
Beberapa menit kemudian, murid yang lainnya menyimpan buku mereka di meja Pak Adi, untuk diperiksa.
"Fatim ambil buku kamu," titah Pak Adi.
Fatim dengan refleks berjalan ke depan mengambil bukunya.
Saat dilihat, ada angka 9,2 di tugasnya.
"Yeeeeee!" teriak Fatim di depan kelas.
"Ngape lo?" tanya Alam.
"Heheh, nilai gue gede doooong." Fatim membanggakan dirinya. Pak Adi yang melihat ia bahagia, hanya bisa tersenyum, karena Pak Adi tahu bahwa dia selalu unggul dalam pelajarannya.