45. Memburuk

174 12 4
                                    

BIMA Tidak bisa duduk dengan tenang, sedari tadi ia terus mondar-mandir didepan ruang perawatan Lintang. Sambil menunggu dokter keluar.

Pagi tadi ia mendapat telpon dari pembantu dirumah Lintang kalau Lintang sudah tidak sadarkan diri dikamar nya.
Lintang adalah anak tunggal dan ia hidup sebatang kara, bahkan saudara pun tidak ada karena kedua orang tua nya juga sama-sama anak tunggal. oleh sebab itu tidak ada yang bisa dihubungi selain teman-teman nya.

Orang tua Lintang meninggal karena kecelakaan tepat saat Lintang baru masuk SMA, dan mereka mempercayakan Lintang kepada Bima terutama, juga Altair, Gilang dan Juna. Karena mereka sudah bersahabat dari SMP. Mereka bukan hanya sekedar Teman ataupun Sahabat tapi sudah seperti saudara yang saling menjaga satu sama lain.

"Lo tenang Bim, gue pusing liat lo mondar mandir kaya setrikaan" Ucap Juna pada Bima

"Ga bisa Jun, gue takut Lintang kenapa-kenapa"

"Iya gue juga tau Bim, bukan cuma lo doang, gue juga. Tapi lo harus bisa tenang."

Bima akan benar-benar merasa gagal menjadi teman dan seorang kakak yang gagal menjaga adik nya, jika Lintang tidak selamat. Karena memang Bima lah yang paling dekat dengan Lintang. Apa lagi mengingat pesan terakhir orang tua Lintang.

"Bima, om percaya kamu bisa menjadi kakak untuk Lintang. Seorang kakak yang menjaga dan melindungi adik nya. om titip Lintang sama kamu."

"Kami tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi selain kamu, karena cuma kamu orang yang tau bagaimana Lintang. jaga dia untuk kami ya."

Itulah kenapa perlakuan Bima pada Lintang berbeda dari yang lain, karna Bima sudah menganggap Lintang sebagai adik nya. Umur Bima memang satu tahun lebih tua dari Lintang, oleh sebab itu ia menganggap Lintang sudah seperti adik nya sendiri.

Mereka lebih kenal dulu, jauh sebelum bertemu Altair, Gilang dan Juna. Bima dan Lintang sudah berteman sejak SD, kedua orang tua mereka juga saling mengenal karena sejak kecil Bima dan Lintang memang sudah akrab.

Hanya saja tidak banyak orang yang tahu mengenai kedekatan mereka, mengingat bagaimana sifat dingin yang dimiliki Lintang.

"Gimana Lintang?" Tanya Gilang yang baru saja datang

"Masih diperiksa dokter" Jawab Juna

Gilang mendudukan dirinya dikursi tunggu rumah sakit, tepat disamping Juna. "Kok bisa si Lintang kambuh lagi?"

"Pasti dia ga minum obat nya" Sahut Bima yang masih setia berdiri

"Padahal udah berapa kali gue peringatin, tapi dia tetep aja ngeyel." Kata Bima sedikit kesal

"Emang belum ada donor yang cocok buat Lintang?" Tanya Gilang lagi

"Sampai sekarang belum ada" Jawab Bima

"Lintang seperti orang yang udah ga punya semangat hidup, gue ga tau dia bakal bertahan sampai kapan." Ujar Juna

"Karena itu kita sebagai sahabat nya harus ngasih suport ke dia, supaya dia ga terus-menerus kaya gini" Balas Bima, jujur ia juga mulai cemas dengan kondisi Lintang.

"Lintang itu keras kepala, dia juga paling ga suka dikasihanin. Gue rasa akan sulit buat ngeyakinin dia, satu-satunya cara adalah dengan mendapatkan donor jantung." Jelas Gilang membuat Bima terdiam.

"Cari donor jantung ga semudah cari donor darah Lang" Kata Juna

"Iya gue juga--"

Ucapan Gilang terpotong saat dokter keluar dari dari ruang perawatan Lintang. "Gimana keadaan temen saya dok?" Tanya Bima tak sabaran

NaurAltair (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang