68. Kejutan

94 9 0
                                    

ALTAIR diam merenung diatas atap gedung. Pikiran nya kosong, menatap lurus pemandangan yang berada dihadapan nya.
Setelah dari rumah sakit, Altair tidak langsung pulang ke rumah, Ia memilih menenangkan dirinya diatas gedung. Tepat nya di Gedung  yang sama saat ia menyatakan cinta nya pada Naura waktu itu.

Altair hanya butuh waktu sendiri untuk menerima semua kenyataan yang ada. Altair masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Altair bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Bagaimana ia menjalani hari-hari nya nanti? Bagaimana hubungan nya dengan Naura? Bagaimana Altair bisa menjaga Naura dari Rico jika seperti ini.

Terlalu banyak kata 'bagaimana' diotak Altair. Perasaan takut, cemas, dan khawatir semua nya menjadi satu.

"KENAPA HARUS GUE, KENAPAAAAA!!!" Altair berteriak keras, menjambak rambut nya frustasi.

Kali ini Altair benar-benar putus asa, ia tidak tahu harus melakukan apa lagi.
Altair duduk menekuk lutut nya sendiri, ia menarik-narik rambutnya, merasa kesal dengan dirinya sendiri.

"Kenapa harus gue? kenapa harus gue yang Nerima ini semua. Kenapa!!" Altair berteriak tidak terima dengan ini semua. bahkan ia tidak segan memukul kepala nya sendiri.

"Hidup kamu tidak akan lama lagi Altair."

Kata-kata itu benar-benar sukses meruntuhkan dunia Altair. Ia masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada. Kenapa harus dia yang menerima semua ini?

Ponsel Altair terus berdering, ada panggilan masuk. Sedari tadi Altair mengabaikan nya, Karena kesal ponsel nya terus berbunyi, Altair mengangkat panggilan itu.

"Akhirnya diangkat juga! Dasar anak durhaka kamu ya, Papi telponin dari tadi baru diangkat sekarang. Ada dimana kamu? Cepat pulang! Liat ini jam berapa?" Altair belum mengucapkan sepatah katapun, Tapi Papi nya sudah mengoceh panjang lebar.

Ya, orang yang sedari menelpon adalah Papi nya.

"Tar masih sore" Jawab Altair

"Masih sore dari mana! Ini udah malem Altair. Kamu pergi dari pagi, lihat ini sudah jam berapa? Mau jadi bang Toyib kamu, pergi pagi pulang pagi!" Altair sedikit menjauhkan ponsel nya, suara Papi nya membuat telinga Altair sakit.

Tapi, bukan nya menjawab, Altair malah terdiam. Mungkinkah ia masih bisa mendengar ocehan Papi nya lebih lama lagi nanti? Apakah ia masih diberikan waktu untuk itu? Entahlah. Hal itu tiba-tiba saja terlintas dipikiran nya.

"Altair! Kamu dengerin Papi ga?" Tanya Arland kesal, Karena Altair hanya diam saja.

"Iya Pi" Jawab Altair

"Jangan iya iya aja kamu! Sekarang cepat Pulang atau Papi sita motor kamu." Ancam Arland

"Aku sayang banget sama Papi, walaupun Papi orang tua yang paling ngeselin." Lirih Altair, ucapan nya terdengar ngawur membuat Arland bingung.

"Kamu ngomong apa si?" Tanya Arland tak mengerti "Jangan menguji kesabaran Papi ya Al! Sekarang kamu pulang, cepet ga pake lama!" Desak Arland

Tanpa menjawab lagi Altair langsung mematikan panggilan nya secara sepihak. Ia tidak bisa menahan air mata nya. Altair menangis, entah apa yang ia tangisi, yang jelas rasa nya begitu sesak. Altair pasti akan sangat merindukan ocehan-ocehan dari Papi nya suatu hari nanti.

***

Di Tempat Lain

"Emang bener-bener anak kurang ajar, orang tua belum selesai ngomong langsung dimatiin aja." Kesal Arland karena panggilan nya dimatikan secara sepihak oleh Altair

NaurAltair (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang