BAB 39 - Keguguran?

24.4K 1.5K 208
                                    

HAII

WAJIB COMMENT SELAIN KATA 'NEXT' KALO MAU AKU UP CEPET.

KALO PERLU COMMENT TIAP PARAGRAF

TEMBUS 200 VOTE AKU NEXT

HAPPY 100K,GA NYANGKA BANGET HIKS😢

INI PART SPESIAL LOHH JANGAN LUPA BACA AUTHOR NOTE DI AKHIR PART

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
HAPPY READING.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Vernon memeluk lututnya di lantai koridor rumah sakit yang terasa dingin. Ia seolah mengabaikan rasa dingin itu demi menunggu Ayyara. Sejak 30 menit yang lalu istrinya masih ditangani dokter. Vernon hanya berdoa dan meminta kepada Tuhan agar Ayyara dan calon anaknya tidak apa-apa. Tak ada henti-hentinya ia merapalkan doa dari dalam hati agar semuanya baik-baik saja.

"Suami dari Ibu Ayyara?" Tanya dokter ber-nametag Arini. Dokter Arini memiliki paras yang cantik dan awet muda meski usianya sudah memasuki kepala empat.

Langsung saja Vernon menghampiri dokter itu untuk menanyakan kondisi istrinya. "Gimana keadaan istri sama anak saya, Dok?. Mereka baik-baik aja 'kan?" Tanya Vernon penuh harap.

Dokter Arini tersenyum keibuan dan mengelus pundak Vernon. "Benturan di perut istri kamu sangat keras dan mengakibatkan pendarahan hebat."

Dokter Arini menghentikan ucapannya sejenak untuk menghirup pasokan oksigen. "Dengan berat hati saya harus mengatakan jika bayi yang ada di kandungan Ibu Ayyara harus diangkat. Karena pendarahan yang hebat dan usia kehamilan yang masih sangat muda mengakibatkan janin itu tidak bisa tertolong."

"Tapi tenang saja, istri kamu akan siuman beberapa jam lagi" ucap Dokter Arini berusaha menenangkan Vernon. Namun ucapan Dokter Arini tidak dapat menenangkan hatinya yang sangat sakit.

Vernon merasakan dadanya seperti ditikam ribuan belati. Ayah mana yang tidak sakit saat calon anaknya meninggal. Bahkan belum sempat lahir ke dunia dan melihat wajah kedua orang tuanya. Meskipun dulu tidak ada menginginkan kehadiran anak itu, tetapi tetap saja hati nuraninya sebagai seorang Ayah merasa tidak terima.

Vernon mengusap sudut matanya yang berair lalu menerobos masuk ke dalam ruang rawat istrinya. Disana, Ayyara terbaring lemah dengan selang infus. Dengan gontai ia menghampiri istrinya yang terlihat pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana respon Ayyara saat mengetahui anak mereka sudah tiada. Ia takut jika Ayyara menjadi depresi.

"Maaf, maaf gue belum bisa jadi suami yang baik. Maaf gue belum bisa menjaga calon anak kita. Gue bukan Papa yang baik, gue nggak becus jaga kalian" maki Vernon pada dirinya sendiri.

"ANAK GUE NGGAK MUNGKIN MENINGGAL" Vernon berteriak seolah belum bisa menerima kenyataan yang ada.

"NGGAK, NGGAK, ANAK GUE MASIH HIDUP".

"JANGAN AMBIL DIA".

"Vernon sadar, lo kenapa teriak-teriak. Ini di rumah sakit, bukan hutan."

Vernon mengerjapkan matanya. Ia mengamati sekeliling, ruangan bernuansa putih dengan Ayyara di depannya. Vernon meregangkan otot tangannya yang terasa kebas akibat tertidur di kursi kecil dan menjadikan brankar Ayyara sebagai bantalannya.

"Lo kenapa, sih?" Ayyara menatap heran suaminya yang seperti orang linglung sehabis bangun tidur.

"Anak gue masih ada 'kan? Dia nggak pergi ninggalin gue 'kan?" Ucap Vernon sambil meraba-raba perut Ayyara.

Ayyara [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang