Ikuti saja alurnya,
nikmati prosesnya,
karena Tuhan tau kapan
kita harus bahagia
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
Alden menuruni tangga rumahnya sedikit gontai, entahlah hari ini ia sedikit kurang bersemangat untuk melakukan aktivitas apapun, termasuk bertemu ayahnya. Tak ada yang istimewa di rumah ini setelah orang-orang yang disayang pergi, Al kerumah hanya sekedar ikut beristirahat atau mungkin sarapan jika di ajak."Mana abangmu?" Tanya Reza sinis kepadanya.
"Gatau." Jawabnya singkat, tak lama lalu datanglah Arvan dengan berpenampilan rapih.
"Pagi!" Sapa Arvan.
"Tuh contoh abangmu! seragam rapih, muka seger, pulang tepat waktu. Bukan kaya kamu, urakan, sekolah ko pake jaket. Untuk apa ayah sekolahkan kamu di sekolah mahal tapi pulang bermain ke club. Perusahaan, ayah akan serahkan ke Arvan jadi kamu harus lebih giat lagi belajar untuk lanjutin sekolah, jangan cuma ngasih kertas laporan panggilan orang tua, menyusahkan!" Omel Reza yang kini sudah menyelesaikan sarapannya.
"Ga gitu yah, itu juga ulah ayah. Dia pake jaket juga buat nutupin semua luka di tubuhnya." Jawab Arvan membela.
"Sudah tau lemah masih saja sok jadi hebat, tawuran yang ga guna, mau jadi jagoan kamu!?" Ucap Reza masih dengan kekesalannya, dan Alden hanya bisa diam memainkan sendok dan garpu.
Ia menatap Arvan kesal, 'gausah kasihani gue, itu seolah-olah gue manusia paling lemah dimata dia bego!' Batinnya.
"Sampai kapan pun saya gak akan bisa jadi seperti anak yang anda selalu banggakan itu." Akhirnya Alden buka suara.
PLAK...!!
Lihat dia sudah mendapatkan sarapannya dengan satu tamparan di pipi kirinya pagi hari ini. "Pembangkang!" Sarkas Reza.
Al menyunggingkan senyuman palsu dan ia hanya memegang pipinya yang kini sepertinya sudah berubah membiru. "Makasih untuk tamparannya." Ucap Al lalu pergi meninggalkan meja makan. Lelaki itu langsung disusul oleh Arvan "Harusnya ayah ga nampar dia!"
"Al lo mau sekolah dalam keadaan kaya gitu? yang bener aja, obatin dulu tu pipi lo, guru nanti pada curiga." Cegah Arvan kepada Al.
"Gue harus sekolah kan? supaya bisa jadi kaya lo TUAN ARVANIO!" Ucap Al dengan sedikit menekan kata terakhir, dan ia pun pergi ke sekolah dengan motor hitamnya.
***
Ke lima laki-laki itu menghampiri Al yang sedang berjalan di depan mereka dengan wajah tertutup tudung jaket. Mungkin jika kebanyakan orang saat menyembunyikan wajahnya seperti itu akan sulit dikenal, namun beda dengan Al jika di sekolah, seluruh siswa pasti akan tau orang tersebut dirinya.
"Eeeh abwang Al dikirain udah nyampe kelas, tumben siang." Ujar Aby tanpa respon sedikit pun dari Al.
"Mampus dikacangin." Ledek Sando.
"Tu muka kenapa lagi men, merah merona gitu?" Tanya Barra.
"Dih ngilu njir ke abis cap lima jari, obatin ayo!" Suruh Aji.
"Gausah." Jawab Al santai dengan jalan yang sedikit limbung.
"Dih tu muka ama rambut kusut gitu udah ke licinan emak gue yang belum di setrika tiga hari." Omel Sando.
"Belajar lo ga akan bener kalo kondisi kaya gini, kacau!" Ujar Barra.
"Gue mesti belajar." Kekeh Al.
"Ngapain belajar nyet, tu otak udah encer banget ke sirup marjan, gak masuk satu hari aja gak bakal bikin nilai lo jadi kaya nilai gue." Adit jujur kali ini, soal dirinya.
"Gue harus se pinter si Arvan." Lanjut Al
"Lo di tampar lagi kan sama bokap?" Tanya Aby tanpa mendapatkan jawaban apapun.
"Bokap lo kek nya butuh sarapan milkita deh Al." Ujar Sando yang membuat mereka seketika bingung.
"Supaya sehat, segar, dan ceria, masih pagi masa udah galak-galak gitu." Lanjutnya walaupun di tanggapi oleh muka-muka datar terkecuali Adit yang berusaha untuk tertawa.***
Setelah dua jam pelajaran pertama selesai, pelajaran selanjutnya yaitu Sejarah, mereka diberi tugas kelompok dan kelompok Alden terdapat Sando, Reva, Aca, Rangga, dan Naya. Mereka membuat kelompok di bangku paling pojok yaitu di bangku Al.
"Ok gue bakalan bagi-bagi tugas nya Sando lo cari info ke Google, Reva lo nulis isi-isi nya di buku, Lala lo nyari sebagian di buku sama bantuin Rangga bikin kerangka ya!" Ucap Naya panjang lebar yang kini berposisi sebagai ketua kelompok.
"Dan lo kebo! tugas lo ngetik makalahnya bukan kerajaannya tidur terus, lo kira ni kelas kamar lo?" Oceh Naya.
"Kaga liat pipi dia udah ada cap lima jari?" Balas Sando.
"Hubungannya? bodo amat, kalo tidur tu malem bukan pagi, pagi tu bangun!" Sewot Naya dan Al menatapnya tajam. "Apa lo liatin gue kaya gitu! mau marah?" Lanjut Naya masih dengan ocehannya.
"Udah nay jangan bikin masalah masih pagi gini, kek benci banget si lo sama si Al, untung guru lagi keluar." Tukas Lala menenangkannya.
"Berisik!" Si empunan akhirnya bersuara.
"Berisik lo bilang? heh! kita disini sibuk ngurusin tugas kelompok dan lo malah asik tidur, enak banget ya idup lo, udah pake jaket di jam pelajaran, padahal itu ngelanggar peraturan, kenapa pake jaket? takut item kulit lo, atau takut berganti warna? oh atau..." Naya sibuk mengoceh, tapi ucapannya tertahan saat sebuah jaket terlempar ke arahnya, ya Alden sudah terlalu geram dengan Naya, ia langsung membuka kasar jaketnya.
"Puas lo!" Nada Alden berubah dingin dan menyeramkan, lalu ia pun pergi ke luar. Kejadian itu membuat seisi kelas yang awalnya riuh kini diam seketika.
"Kalo lo benci sama dia silahkan, tapi ini lo udah keterlaluan Nay dan lo hampir ngebuka privasi nya." Ujar Barra tajam lalu lari mengejar Al dan merebut jaket nya.
"Barra!" Panggilan dari kekasihnya Sheril pun tidak dihiraukan olehnya, dan Sheril hanya bisa menenangkan Naya karena shock dengan perkataan Barra, dan juga ngilu karena melihat memar-memar di tangan dan kedua siku Alden tadi, dan kini ia sadar, alasan atas lelaki itu selalu memakai jaketnya di dalam kelas.
gimana dengan part ini?
Jangan lupa comment supaya aku lebih semangat lagi up nya😭Next?Vote😉
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...