Saya diam pun tetap salah, lantas saya harus kah mati supaya dinilai benar?
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
Naya berdiri, dan langsung menggebrak meja kantin itu dengan tiba-tiba, hal itu lantas membuat seisi kantin menatapnya terutama teman-teman didekatnya yang sudah memasang wajah terkejut."Sabar Nay," Sheril menghampiri Naya dan menenangkan emosi temannya itu.
Naya menatap Vani seolah memberi tanda permusuhan diantara mereka, dan Vani hanya memalingkan wajahnya malas. "Cewek kok kasar, eh lo bener cewek kan? atau cowok nyamar jadi cewek?"
"Bacot lo!"
Sekarang, Naya sudah mengepalkan tangannya kuat, ia tidak sabar ingin menghajar gadis yang berpenampilan seperti tante-tante di depannya itu. Naya beralih menatap Al yang masih berekspresi datar tanpa dosa padahal ia pun salah disini, jelas jauh lebih salah karena posisi Naya adalah pacarnya, sedangkan Al tak melakukan tindakan apapun saat Vani mendekatinya karena ia rasa mengusirnya hanya akan membuat masalah. Dan untuk kali ini Naya merasa tidak dihargai oleh kekasihnya.
'Kenapa lo masih terkesan biasa aja sih, jahat lo Al gangertiin perasaan gue,' batinnya dengan mata berkaca-kaca.
"Mending pergi dah lo ronggeng, si Al gaada waktu buat cewe gatel kayak lo," Adit yang notabenya paling tidak menyukai Vani, ia langsung mengusirnya dan Vani pun langsung pergi dengan kekesalannya.
"NGERUSAKIN KAPAL ORANG AJA LO!!" teriak Sando.
Naya beranjak dari bangku itu dan berlalu pergi entah kemana. Lala dan Aca ikut pergi untuk mengejarnya terkecuali Sheril, ia masih setia menatap Al tajam. "Gue gatau status hubungan lo sama si Naya sekarang apa, apalagi Naya sampe marah kayak tadi. Tapi yang jelas gue gaakan segan-segan ngehajar lo kalo berani nyakitin hatinya."
"Apa hubungan lo sekarang sama Naya?" Barra menatap Al serius, seolah tak sabar ingin mendapat jawaban dari temannya itu.
"Curiga gue, tadi masuk kelas lo berdua bareng masuknya," lanjut Adit.
Al tak langsung menjawab, ia justru pergi begitu saja dan membuat temannya menghela napas jengah. Jangan mengira Al pergi untuk menemui Naya, dan meminta maaf kepadanya, ia justru malah pergi ke atap sekolah, tanpa disadari Aji pun ikut pergi tiba-tiba.
***
Kini Naya sedang menelungkupkan kepalanya diatas lipatan tangan. Menangis, itulah yang sedang ia lakukan, padahal menurutnya ini begitu lebay, tapi entahlah moodnya kini sedang berantakan karena jadwal bulanannya telah muncul untuk hari ke dua.
"N-aay," Lala mengelus punggung temannya yang terus bergerak karena sesenggukan.
"Lo bisa cerita sama kita Nay, kita tau kok lo cemburu sama si Vani tadi. Tapi bisa kan lo cerita dulu alasan lo bisa cemburunya?" Aca mendapatkan jitakan dari Lala.
"Ya karena suka lah bego!" balas Lala.
Sheril baru saja datang dan langsung menghampiri mereka. "Dia nangis?"
"Ketawa ril," balas Lala jutek.
"Yeeuu, brengsek banget tuh si Al gak nyamperin si Naya, ngelakuin apapun seenaknya tampa liat ada orang yang luka atau engga," Sheril terlanjur emosi sekarang, ditambah Naya yang menangis, padahal seumur-umur ia begitu jarang melihat temannya itu menangis karena lelaki. Terakhir ia lihat saat gadis itu dibuat patah hati oleh Deon mantannya.
"Kenapa mesti si Al yang minta maaf?" Lala bingung mengapa Al yang harus meminta maaf, padahal semua ini ulah Vani.
"Dia brengsek La, lo pasti tau kan alasan si Naya sampe nangis gini dan marah kek tadi?" Lala menarik Sheril untuk berbicara di tempat lain diikuti oleh Aca, karena takut Naya terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Genç KurguRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...