Kita tak punya kuasa memaku waktu,
Namun bisa memanjang kenangan dalam gambar-gambar
~Refalden DakaraHappy Reading
Sabtu pagi, hari yang di nanti-nantikan akhinya tiba, Al bersiap dengan pakaian seadanya. Tubuh itu ia baluti dengan celana jeans panjang, kaos hitam yang dilapisi jacket, dan sepatu convers sekolahnya tanpa membawa barang apapun selain kunci mobil Arvan dan juga obat. Al langsung beranjak pergi dari kamar, menemui ayah, Arvan, dan juga ibu yang kini berada di meja makan. Ia ikut menyantap sarapan yang bi Mina tadi buat, tanpa sadar kedua pria di sana sedang menatapnya.
"Kenapa?" Al bertanya saat tak sengaja melihat sang ayah dan juga abangnya kini sedang menatap ke arahnya.
"Lu mau kemana?" tanya Arvan.
"Pergi sama Naya."
"Jangan bawa motor!" perintah Reza langsung.
"Engga, bawa mobil."
Uhuk..uhukk..
Arvan langsung tersedak mendengar penuturan Al, ia yakin bahwa kunci mobil miliknya telah berada di
adiknya sekarang. Yang di khawatirkan dirinya, jika Al yang membawa, Arvan takut terjadi apa-apa, pada mobilnya."Mobil gue?"
"Hm," sahutnya.
"Tapi hati-hati ya bawanya, kalo kenapa-napa langsung hubungi ayah, obat jangan lupa, ayah tau kamu suka bodo amat sama apapun," Reza seketika langsung memberikan berbagai nasihat padanya.
"Iya yah," balas Al.
"Mau pergi kemana sih?" tanya Arvan penasaran.
"Kepo lu!"
"Nginep?" Al langsung mengangguk sebagai jawaban.
"Emang mau honeymoon? pake nginep segala, baek-baek lo anak orang jangan lo apa-apain," cerocos Arvan, Al seketika mendelik malas.
"Banyak omong lu ah, yah aku berangkat ya Assalamualaikum," pamitnya pada Reza terkecuali pada abangnya itu.
***
Masih pukul 09.00 pagi, tapi mereka berdua terlihat semangat untuk hari ini, Al masih menunggu di halaman rumah Naya, menunggu gadis itu yang sedang bersiap-siap di dalam sana. Tak lama Naya muncul dari balik pintu itu, membawa satu koper dan satu tas selempangnya, Al tersenyum tipis melihat Naya yang kini sedang sibuk dengan barang bawaannya, padahal dirinya sendiri tak membawa apapun.
"Hai!" Naya membuka pintu mobil hitam itu, menyengir seolah meminta bantuan.
Al pun beranjak membatu menaikan koper gadis itu ke bagasi. "Bawa apa aja?"
"Banyak, ada baju ganti, selimut, skincare, tisu, obat-obatan, alat mandi. Kamu?" ucapnya sedikit terengah-engah.
"Engga, kita bakalan banyak waktu di jalan Nay," entah mengapa ucapan Al seperti mengejeknya yang terlalu banyak membawa barang bawaan.
"Heboh banget ya aku? masukin lagi aja deh ke rumah," Naya hendak beranjak namun seseorang menarik pergelangan tangannya, sedikit kuat hingga Naya langsung kembali duduk dengan cepat dan wajahnya tak sengaja bertatap dengan Al, ia mematung karena bisa dibilang jarak mereka cukup dekat jika dikategorikan bersitatap.
Al memandang Naya tak kalah lekat dengan raut datarnya, detik-demi detik berjalan tanpa adanya pergerakan dari keduanya.
Cup! Naya mematung, kening miliknya seolah merasakan rasa lembut dari kecupan yang Al berikan tiba-tiba, pipinya berubah memerah. Al sangat tidak bisa ditebak, selalu melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa adanya aba-aba. Jika tau akan dilakukan hal seperti ini, mungkin ia akan mempersiapkan hatinya agar tidak berdegup terlalu kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...