Halo everyone🙌🏼
Aldennya kembali lagi nie
kalian pada baca cerita
ini jam berapa?⛓
Happy reading
Setelah Alden menyelesaikan tugasnya untuk membersihkan pecahan gelas itu, ia langsung pergi menuju kamarnya meninggalkan Helen, Reza, Widi, dan juga Arvan disana. Namun tidak sama dengan yang lain, mereka yang justru hanya terdiam dan tak mengkwatirkan Al, tapi Arvan langsung menyusul adiknya menuju kamar.Arvan menatap Al di ambang pintu kamar, si empunan sedang terduduk sambil menatap kedua telapak tangannya yang bergetar dilumuri dengan begitu banyak darah, ia melangkah menghampiri Al.
"Dimana suntikan lo?" ujarnya pelan, meski Al tak meresponnya sama sekali. Arvan langsung mengobrak abrik laci dan akhirnya ia menemukannya.
"Kalo sakit bilang aja," Arvan memasukan jarum berisi obat itu ke kulit lengan Al, dan yang membuat Arvan heran adalah Al justru tak mengaduh sama sekali.
"Keluar Van," ucapan dingin itu keluar dari mulut Al.
"Gak! setelah tangan lo gue obatin," Arvan masih kekeh dengan pendiriannya, ia meraih tangan Al untuk mengobatinya namun seketika Al menepisnya.
"GUE BILANG KELUAR!!!" bentakan Al itu sama sekali tak Arvan hiraukan, ia masih menyiapkan obat merah yang akan diolesi pada luka adiknya itu. Tetapi tetap saja Al menepisnya kembali dan membuat obat merah itupun jatuh berceceran.
"Bisa gak sih gausah egois? gue tau perasaan lo sekarang gimana, gue paham lo sakit hati sama perlakuan Oma tadi. Tapi gue sadar Al, gue gabisa lakuin apa-apa buat bela lo, selain cuma bisa lakuin ini aja Al," ujar Arvan lirih.
Al hanya tersenyum miring. "Gausah so peduli sama gue Van, gue tau lo juga masih sepemikiran sama orang-orang itu."
Bugh...satu pukulan tiba-tiba Arvan layangkan begitu saja kepada Al, entah angin dari mana Arvan merasa muak dengan ucapan adiknya itu.
"Gue sadar pernah benci sama lo waktu itu, tapi gue beda sama orang-orang yang ngenilai lo cuma dengan satu kedipan mata doang. Asal lo tau, justru kelakuan lo yang kayak gini yang buat mereka makin gak percaya lagi sama lo!! dan inget satu hal, gue gak sejahat sama apa yang lo pikir." ujar Arvan dengan napas yang memburu.
Al menundukkan kepalanya, pening langsung muncul seketika, mungkin karena ia terlalu banyak mengeluarkan darah, atau mungkin karena pukulan Arvan tadi. Arvan langsung berjongkok guna mengjajarkan posisinya dengan Al, ia melanjuti tugasnya untuk mengobati dan memperban telapak tangannya.
"Sini, gue bantu lo bangun," Arvan menyerahkan tangannya, namun saat Al menegakkan tubuhnya, lelaki itu sedikit limblung, untung saja Arvan singgap menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...