jika dia benar-benar mencintaiku
lantas mengapa dia tidak
menjagaku?
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy reading
Sekarang Arvan menunggu dokter yang kini sedang menangani Alden, dirinya hanya bisa berdoa dalam diam dan meminta mohon agar tidak terjadi sesuatu kepada adiknya itu. Bayangkan saja bagaimana paniknya tadi saat ia pertama kalinya melihat Al kejang.Tidak lama dari itu Widi datang dengan raut wajah sembabnya seperti selesai menangis, Widi langsung menghampiri Arvan yang kini terduduk dengan kepala yang terus menunduk.
Widi mencoba menenangkannya, namun Arvan sama sekali tidak marah kali ini, mungkin karena ia sedang butuh atau mungkin ia sudah mulai menerima Widi sebagai ibu
"Aku takut bu.." lirihnya, Widi terkejut mendengar panggilan itu, panggilan yang selama ini selalu ia harapkan pada remaja yang selama ini membencinya.
"Abang gausah takut, ada ibu disini. Al kuat, dia gaakan kenapa-napa," Widi kemudian memeluknya, namun hanya sekejap saat seorang pria ber jas putih keluar dari pintu yang selama tadi Arvan tunggu untuk terbuka.
Dokter tersebut kemuadian tersenyum. "Tetangga saya rupanya."
Arvan mengernyitkan dahinya. "Tetangga?"
"Saya papinya Naya, calon besan ibu," ujarnya sedikit bercanda, dan Widi hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala seperti menyapa.
"Beneran dok? syukurlah kalo gitu, adik saya bagaimana?"
Mimik wajah Satya kembali serius setelah diberi pertanyaan itu, "Tadi sempat kembali mengalami kejang, juga ada sedikit hal serius yang perlu saya sampaikan, mari ikut ke ruangan saya!"
"Jadi bagaimana dok?" kini mereka sudah berada di ruangan Dr.Satya.
"Dari gejala yang akhir-akhir ini saya ketahui, saya hanya mengira seperti terdapat sesuatu pada tubuhnya. Namun saya tidak akan bisa langsung menyebutkannya, karena itu hanya sekedar perkiraan dan semoga saja tidak. Kami pihak rumah sakit akan melakukan serangkaian pemeriksaan jika dia sudah siuman, salah satunya dengan St-scan bagian organ yang sering terasa sakit. Hasilnya mungkin akan keluar lusanya, dan saya harap tidak terjadi apa-apa," tuturnya.
Arvan hanya bisa menghela napas gusar. "Kenapa dokter bisa—"
"Om saja, Alden juga panggil saya om," potong Satya.
"Kenapa om bisa tau gejala yang terjadi sama Al? apa dia sering kesini?"
"Engga, dia pacar putri saya bukan? Naya sering bertanya perihal kondisi yang sering terjadi pada Al, ada sedikit keganjalan dari kondisi yang sering Naya tanyakan. Dan yang pasti itu bukan penyebab dari hemofilianya," ujar Satya dengan raut serius.
"Juga ada sedikit hal buruk kali ini yang perlu saya sampaikan," lanjutnya.
"Hal buruk bagaimana dok?" tanya Widi khawatir.
"Al mengalami koma untuk beberapa hari kedepan, dan mungkin itu salah satu penyebab dari kejang tersebut, tapi tenang saja saya yakin komanya tidak akan lama," Arvan membisu ditempat, koma? untuk pertama kalinya ia mendengar kata itu langsung dari seorang dokter dihadapannya, hidupnya seakan berhenti beberapa detik jika Widi tak langsung menyadarkannya.
Arvan menatap Widi dengan tatapan menyedihkan. "Bunda gabakalan bawa Al kan?"
"Bang? kamu harus lebih kuat dari Al, Al cuma butuh doa dari kita, dia pasti bangun," Arvan hanya mengangguk lemah.
***
Naya mulai mengerjap-ngerjakan matanya, ia mulai menyesuaikan pandangan di sekelilingnya sampai dimana ia melihat seseorang yang berjalan di depannya. Seorang pria yang..sebentar, ia seperti mengenal hoodie itu, hoodie putih yang sama persis dengan Al, juga helm yang begitu sama dengan milik Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Roman pour AdolescentsRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...