Entahlah, rasanya begitu
aneh jika harus mencemaskan
orang yang tak perlu untuk dicemaskan
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy reading
Al memasuki kelas dengan berjalan begitu santai, padahal sedari tadi temannya begitu mencemaskannya. Mereka takut Al sakaratul maut di toilet karena boker terlalu berlebihan."Udah bokernya?" Al hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Sore kumpul ga nih?" ujar Adit.
"Gue ga ikut," balas Al datar.
"Kenapa brody?"
"Ga bawa motor," dan ucapan itu sukses membuat mereka terbahak-bahak.
"Lo pikir gue ga sanggup bonceng lo Al?" tanya Aji ketus.
"Udah lo bareng si Aji." ujar Barra.
***
Al meminta Arvan untuk menjemputnya di markas, ia sudah tak sabar ingin merebahkan tubuhnya, namun di perjalanan menuju pulang mereka berdua sedari tadi masing-masing hanya bungkam. Al hanya menikmati pening di kepalanya yang tak kunjung reda. Entah kenapa dengan tubuhnya itu, mungkin karena efek dari bakso racikan Naya.
Ketika jalanan yang mereka lalui cukup sepi Al meminta Arvan untuk berhenti
"Van.." lirih Al.Arvan melirik ke arah Al. "Apa?"
"Berhenti!"
Arvan yang merasa bingung pun langsung menuruti permintaan adiknya itu. "Mau ngapain berhenti ini kan belum nyam—"
Ucapan nya terpotong karena Al langsung berlari keluar mobil dan ia langsung mengeluarkan isi perutnya, Arvan yang terkejut langsung menyusulnya.
"Hoek.." Arvan menatap Al miris dan ia hanya bisa membantu memijit-mijit tengkuknya.
"Udah jangan dipaksain lagi Al," Al yang merasa tenggorokan nya perih akhirnya berhenti.
Di sepanjang jalan Arvan sesekali melirik Al untuk mengecek keadaannya, namun Al hanya memejamkan matanya.
Kini Al merasa ada yang
memerhatikan. "Tenang Van, gue belum mati."Arvan yang benci dengan perkataan Al pun hanya menghembuskan napas kasar. "Tenang-tenang lo ga tau hah paniknya gue waktu liat wajah lo ke gaada darah pucet banget, kenapa sih?" oceh Arvan tanpa sadar perjalanan sudah sampai.
"Sambel bakso tadi kebanyakan,"
sesampai di rumah Arvan memapah Al untuk ke kamarnya walaupun Al mengelaknya.Bi Mina langsung menghampiri mereka. "Kenapa atuh den?"
"Gapapa bi," ujar Al.
"Gapapa bibir-bibirmu, tadi yang minta berenti buat muntah siapa?marahin bi tadi dia makan bakso pake sambelnya semua," celetuk Arvan.
"Aden mah suka nakal, semalem mimisan kan? bibi liat banyak tisu di tempat sampah kamar aden."
Al sedikit terkejut dan Arvan seketika menatapnya tajam. "Malem kejedot pintu."
Arvan kesal. "Alasan, sebelum mimisan juga pasti tu idung dah jadi warna ungu bego!"
***
Hari sudah berganti menjadi petang, Naya baru saja selesai membersihkan tubuhnya setelah pulang dari sekolah. Hingga malam pun tiba, Naya keluar menuju balkon, ia bisa melihat seorang laki-laki yang sedang tertidur dengan selimut menutupi tubuhnya di sebrang sana, walaupun kamar Al minim cahaya, tapi Naya masih bisa melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...