Sesempit ini kah dunia?
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy reading
"Al," ujar Arvan menghampiri Al yang sedang menghisap rokok di balkon kamar."Apa?"
"Masuk! dingin disini ogeb, matiin juga tu rokok!" omelnya.
"Berisik."
"Yeee batu banget," Arvan langsung merebut rokok Al, ia terkejut saat ia tak sengaja menyentuh tangannya.
"Tuh kan tangan lo udah ke es, masuk cepetan! jangan cari penyakit."
Al tak menghiraukannya ia justru ingin mengambil kembali sekuntung rokok yang baru, tapi ditepis oleh Arvan.
"REFALDEN!" ujar Arvan, Al menatapnya tajam lalu memasuki kamar.
'Emak-emak bacot' batinya.
***
"Gimana sekolahmu Van?" Reza membuka suara di saat meja makan yang sedari tadi sunyi.
"Baik yah, lagi sibuk OSIS."
Reza hanya mengangguk. "Gaada Olimpiade lagi?"
"Ada bulan depan."
Dan lelaki lain yang kini sedang sibuk dengan sarapannya hanya diam mendengarkan perbincangan sang kakak dan juga ayahnya.
Reza melirik ke arah Al. "Liat abang mu, dia aktif di sekolahan, membanggakan nama sekolah. Bukannya kamu, bisanya bikin ulah dan buat malu terus ayah."
Al hanya menunduk, dan Arvan merasa tak suka dengan ayahnya yang mulai membanding-bandingkan. "Al juga ikut olimpiade juga yah, tapi ayah gak pernah peduli."
"Halah, ngapain ikut paling juga kalah, ikut karena terpaksa supaya ayah muji kamu kan? orang urakan kayak kamu gak pantas dipuji!" sarkas Reza.
Al beranjak untuk berangkat sekolah, ini alasan mengapa ia malas untuk sekedar sarapan di rumah, karena jika berkumpul dengan ayah dan kakaknya ia pasti akan diperlakukan seperti ini.
"Tidak sopan!" decak Reza yang masih bisa didengar oleh Al.
Arvan menatap ayahnya dingin. "Yah! bisa gak sih gausah terus bandingin aku sama Al, dia punya kelebihannya sendiri dan dia gabisa buat jadi kaya aku! kejadian kayak gini justru yang bikin dia jarang di rumah, dan jarang ikut sarapan bareng."
"Kelebihan apa? kelebihan buat ulah?"
Arvan langsung pergi, ia malas jika harus kembali berdebat dengan ayahnya.
"Lusa pernikahan ayah, kasih tau dia jangan bikin masalah yang membuat ayah marah," langkah Arvan terhenti, ia awalnya sedikit terkejut 'mengapa dipercepat?' tapi untuk kali ini ia tak peduli, toh ia tidak akan bisa melarang.
***
"Adit lo belum liat postingan gueeee!" ujar Lala dimanja-manjakan.
"Si sayang aku cantik banget si, screenshot ah," Adit terus memandang foto Lala.
Lala tersenyum senang. "Lo nya juga ganteng ko diit."
"Bhoceennn," ledek Aby.
"BANGSAT!" semua tiba-tiba melirik ke arah sando.
Adit memegang pundak sando. "Kunawhy Ndo? (kenapa Ndo?)."
"Sial, gue kaga punya keuwuan yang bisa di screenshot," ujar sando sedikit menyedihkan.
Aji merangkul pundak Sando. "Mari mengsedih bersama."
"Lo sama si Aji aja dah Ndo, kan sama sama jomblo," ledek Barra.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...