Ada hubungan apa dia dengannya?
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy Reading
Kini Al telah memulai kegiatannya seperti semula, berangkat menuju sekolah, latihan basket untuk persiapan tanding beberapa hari lagi, check up, dan membahagiakan Naya. Satu hal lagi, ia sedang mencari cara untuk mendapatkan suatu bukti yang beberapa hari lalu Dafa katakan kepadanya.Setelah siap, ia berlalu pergi menuruni tangga dan melewati begitu saja orang-orang yang kini sedak menyantap sarapan paginya. Arvan yang melihat Al pergi begitu saja pun, langsung mengejarnya dan membiarkan nasi gorengnya yang tersisa tinggal beberapa suap.
"WOYY!! buru-buru amat lu, bentar dulu Al!" teriaknya tanpa mendapatkan respon apapun dari Al, hingga..
Haapp.. Arvan menahan pundak si empunan, hal itu membuahkan hasil, Al memberhentikan langkahnya.
"Gak sarapan? masih pagi ini elah, nasi goreng gue belom abis," ocehnya.
"Yaudah abisin."
"Terus lo?"
"Pergi sekolah," jawab Al santai, Arvan refleks menoyor kepalanya.
"Bego banget, kan lo kesekolah bareng gue, ya gue milih berangkat bareng lah daripada liat lo pergi naik busway atau ojek."
"Sakit anjing!" sentak Al.
"Lupa gue, sorry. Yaudah yo sekarang aja cabutnya."
Waktu masih menunjukkan pukul 6.15 entah roh apa yang masuk ketubuh keduanya, hingga bisa membuat mereka pergi sepagi ini. Arvan kini fokus pada setirannya, dan Al hanya menatap suasana jalanan di balik jendelanya.
"Van," tanpa menoleh, Arvan hanya bergumam singkat tanpa kata.
"Kalo misalkan gue nemuin penyebab atau nemu orang yang udah bikin bunda mati, lo bakalan percaya ga Van?"
"Apaansi lo, bunda udah tenang disana, ngapain juga lo tiba-tiba ngomong begituan, kepergian bunda itu udah takdir," Arvan menjawab dengan pandangan yang masih lurus ke jalanan.
"Takdir yang direncanakan."
Arvan segera menepikan mobilnya, ia sedikit bingung dengan ucapan Al. "Maksud lo?"
"Ngapain berhenti Van."
"Diem! Apa yang buat lo yakin kalo kecelakaan bunda itu direncanakan? lo tuh bocah, udah mending urus aja diri lo Al, gak usah urus beginian, gunanya apaan coba?"
"Biar ayah sadar kalo gue bukan penyebabnya, rem mobil bunda waktu itu putus Van, dan gue tau itu disengaja. Beberapa hari ini gue curiga sama seseorang, orang ini selalu berusaha ngancurin keluarga kita. Gue baru sadar, kenapa ayah gak laporin kejadian itu ke pihak kepolisian, orang itu kenal ayah, kenal sebagai musuh."
Arvan semakin bingung dibuatnya. "Sejak kapan ayah punya musuh? kalo ia, apa hubungannya sama kecelakaan bunda."
"Emang lo tau masa lalunya? anak buahnya bilang orang ini nyimpen salah satu bukti waktu mereka rencanain soal kecelakaan itu," Al berkata dengan raut seriusnya.
"Kok disimpen? bukannya sebagai pelaku harusnya tu bukti dibuang aja?"
"Mereka mancing kita, mereka pengen kita hancur."
***
"Lo gapapa Al?" entah sudah berapa puluh kali ia mendapatkan pertanyaan itu dari saat jam pembelajaran hingga berakhir. Al tidak tau mengenai bagaimana wajahnya sekarang sampai temannya terus bertanya itu, pasalnya ia hanya sedikit pening, meski pening sedikit itu tak kungjung hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...