Jika kematian begitu dia harapkan, aku hanya bisa diam menunggu hal itu datang
~ Refalden Dakara
⛓Happy reading
Di halaman rumah, Al kini sedang terduduk diatas motor hitamnya, terdiam menatap lurus ke arah pintu rumah entah sedang memikirkan apa. Yang pastinya ia sedang menyiapkan mental setelah memasuki rumah itu nanti, juga terdiam untuk menghalau rasa pening dikepalanya.Dirasa sedikit membaik, akhirnya ia beranjak untuk memasuki rumah. Sunyi, itu yang ia rasakan saat pertama kali menginjakkan langkahnya ke ubin rumah tersebut, ia berjalan perlahan, tak lama ia bisa melihat dari arah dapur terdapat Widi yang sedang memasak, dan entah kemana bi Mina saat ini.
"Kak? sudah pulang? Ibu tau katanya Sando masuk rumah sakit, sampe koma ya katanya?" Widi berjalan mendekati remaja itu, Al terdiam saat mendengar panggilan yang sering dulu ia dengar dari keluarganya.
"Kakak ya?" lirihnya pelan, namun itu masih bisa Widi dengar.
Widi tersenyum lalu mengusap pelan surai hitamnya. "Ibu panggil kamu itu gapapa kan? sebentar lagi kan kamu bakalan punya adek, kalo kamu risih juga gapapa kok, ibu panggil kamu Al aja."
Al menggeleng. "Gak risih, aku cuma keinget bunda aja, gapapa bu kalo ibu mau panggil aku itu."
"Makasih ya, kakak udah makan?"
"Nanti aja, aku harus nemuin ayah," Widi merasa tak enak saat Al berlalu pergi menuju ruangan suaminya, ia takut terjadi sesuatu setelahnya, dilihatnya Reza saat pulang tadi seperti sedang memendam amarah.
'Semoga baik-baik aja,' batin Widi memohon.
"Assalamualaikum, yah.."
"Masuk," balasan dingin terdengar dari dalam sana.
Al memasuki ruangan itu secara hati-hati, namun ia sama sekali tidak merasakan takut, ia hanya berhati-hati bila saja Reza tiba-tiba melemparkan suatu benda kepadanya. Reza berjalan menuju ke arah putra keduanya itu dengan tatapan tajam juga tangan yang kini mengepal.
Reza mengangkat wajah Al yang sedari tadi menunduk. "Angkat wajahmu! saya tidak suka laki-laki penakut."
"Sudah puas mempermalukan saya? puas sudah menyusahkan? anak sialan! bisanya merepotkan saja, bikin ulah terus, kalo sampe teman mu itu mati bagaimana? kamu mau masuk penjara dan merusak nama baik saya?" ujar Reza tajam, Al hanya bisa diam membisu.
"Saya benar-benar cape ngurus kamu Al, ga guna!"
"Emangnya ayah ngurus aku?"
PLAKK!!
Al memegang pipi kanannya yang terasa panas, dan mungkin kini sudah membiru, ia menatap Reza dingin, Al tak suka jika orang berkata namun tak sesuai dengan keadaan.
"Tidak tau terimakasih kamu ini! biaya sekolah selama ini itu dari siapa? kendaraan dan fasilitas mu selama ini itu dari siapa? kamu pikir cari uang gampang?"
"Yang namanya mengurus bukan hanya tentang itu yah!"
PLAKK!!
"BERANI KAMU HAH?! KALO BUKAN KARENA KAMU LAHIR DARI RAHIM RATNA, SAYA TIDAK SUDI MENAMPUNG PEMBUNUH SEPERTIMU."
"BUKAN HANYA BUNDA YANG MENGINGINKAN SAYA LAHIR, TAPI ANDA JUGA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...