Apakah mesti harus seperti
ini untuk sekedar mendapatkan
kepedulian?
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
"AL!!!" teriakan itu tidak hanya berasal dari satu orang, namun beberapa orang juga melihat kejadian tersebut. Tubuh yang sudah ringkih itu kini kembali merasakan rasa sakit. Jatuhnya Al bukanlah jatuh biasa, begitu keras benturan pada tubuhnya, membuat siapapun yang melihat itu ikut merasakan betapa sakitnya dan ngilunya."Arrghh.." erangan menyakitkan lolos terdengar dari bibir Al, sebelum ia kehilangan kesadarannya ia sempat bisa melihat Barra yang berlari menuju ke arahnya.
Barra langsung menghampirinya, ia mengangkat tubuh itu di pangkuan kakinya, menepuk-nepuk pelan pipi sang empunan berharap ia akan tersadar, namun naas Al sama sekali tak memberi jeda untuk sekedar tersadar, kedua manik itu langsung terpejam setelah sebelumnya ia mengeluarkan erangan lemah juga darah yang mengalir dari hidungnya. Tubuhnya begitu terasa sakit, membuat Al tak sanggup hanya untuk sekedar membuka mata.
"ANJING LO!!" Adit langsung mendorong tubuh Axel. Marah, itu kondisi dirinya saat ini, Adit memang sedang tidak baik-baik saja terhadap Al, namun melihat perlakuan curang orang itu sampai membuat temannya celaka, Adit tidak akan tinggal diam.
"Udah Dit, udah!" Aby berlari melerai aksi Adit yang mungkin bisa saja melewati batas.
"Telpon ambulan saja, cepat!!" seru pelatih juga guru yang lain, kepada pihak medis yang berada disana.
Naya langsung berlari menuju area lapangan, mengikuti Arvan yang sudah berlari terlebih dahulu. Dengan cepat Arvan meraih tubuh sang adik yang awalnya berada pada pangkuan Barra, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Al..
"Al..tolong bangun..jangan buat gue takut," bisiknya begitu lirih, ia tak ingin kembali merasakan kehilangan, Naya yang berada di sisinya kini sudah menangis, ia hanya bisa menggenggam tangan kekasihnya itu sebagai tujuan menguatkannya.
Di lain sisi, Deon hanya terdiam mematung, setelah melihat apa yang terjadi di depan matanya, ia sedikit tertegun, tidak memberikan ekspresi apapun. Ia hanya bisa menatap tubuh rivalnya yang dulu berstatus sebagai sahabatnya itu, kini terkulai lemas tak berdaya dengan hidung yang mengeluarkan begitu banyak darah. Mungkin ia sering melihat Al seperti itu, tapi itu terjadi juga karena bertarung dengannya, namun kini melihat dia tak berdaya di hadapannya entah kenapa ada sedikit rasa gusar, ia langsung teringat dengan memori masa lalu dengan lelaki itu.
Flashback on
"Deon, bunda aku ada disana loh,"seorang anak yang baru menginjak kelas tiga SD itu menunjuk ke arah langit sambil bergumam kepada teman di sisinya.
"Di langit?"
"Iya, bunda lagi liatin aku disana. Bunda bilang, kalo orang terdekat kita meninggal, mereka gak pergi jauh kok, mereka lagi ngawasin kita disana."
"Boong," Deon masih tak percaya.
"Yaudah kalo gak percaya, cobain aja."
"Mati dulu gitu?" tanya Deon dengan polos.
Al kemudian mengangguk. "Kalo aku mati, aku pasti bakalan liatin kamu, Dena, ayah, sama bang Arvan dari sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Novela JuvenilRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...