Happy readingKini Naya berpikir keras menatap Al yang berada di depannya, bagaimana mencari cara agar ia bisa mendapatkan alat kompres untuk Al. Jika ia keluar dan memintanya kepada bi Mina, mungkin orang rumah akan mengira yang aneh-aneh karena ia tiba-tiba keluar dari kamar Al, namun jika ia mengambil dari rumah Naya tau resiko air hangat yang ia ambil akan tumpah saat meloncati pagar.
"Gue gatau mesti ngapain sekarang, Al," lirihnya.
Al sedari tadi sebenarnya tidak tertidur, ia hanya memejamkan matanya guna menghilangkan denyutan menyakitkan di kepalanya dan juga hawa panas. Ia pun membuka matanya. "Sekarang lo harus tetep disini."
"Tapi lo—"
"Ga apa-apa," potong Al pelan.
"Lo gabakal mati karena gue biarin demam lo kan?" ujar Naya ragu, dan Al hanya terkekeh kecil mendengarnya.
"Kalo tadi lo gaada, kayaknya gue beneran bakalan mati."
Naya menepuk sedikit keras kaki Al karena kini posisi mereka berlawanan. "Tau dari mana bakal mati? udah dikasih jadwal sama malaikat Izrail lu? oh, atau lo mau sayat-sayat tangan lagi?"
"Hm."
"Eeeh..ngadi-ngadi, lo mau niatan ninggalin gue gitu? nih ya, lagian luka dikit aja darah lo keluar se ember kalo lo berani nyayat lagi, tuh yang ada tubuh lo gersang tanpa darah," cerocos Naya, membuat Al tersenyum tipis.
Al kembali terdiam dan memejamkan matanya kembali, Naya yang merasa tak enak pun langsung bertanya. "Kenapa?"
"Hm? pusing denger lo nyerocos," gadis itu kembali menggeplak kaki Al.
Naya terduduk lalu memijat pelan kedua sisi pelipisnya. "Enak gak?"
"Enak."
"Soal permintaan lo tadi, gue siap bantu lo Al," ujar Naya yang sesekali mengusap surai yang sedikit lepek karena keringat.
"Kalo suatu saat lo sama kayak mereka?"
Naya mengerutkan keningnya bingung. "Kayak mereka gimana?"
"Suatu saat gue nyakitin hati lo atau lo percaya dan sepemikiran sama mereka tentang gue. Lo bakal berhenti bantu?"
"Tergantung lo nyakitin gue nya. Tapi gue yakin lo gabakalan lakuin itu kok, gue bakalan tetep yakin bahwa lo gasalah, gue siap banget bantu lo bebas dari semua masalah dan semua tuduhannya."
***
"Den, sudah bangun?" karena tidak mendapat sahutan,bi Mina mencoba memberanikan diri untuk memasuki kamar itu.
"Bibi masuk ya?"
Al masih setia dengan selimut yang masih menutupi setengah tubuhnya, Ia sebenarnya mendengar panggilan bi Mina namun dirinya masih enggan untuk sekedar menjawab.
"Bangun den! sekolah!" Bi Mina mengguncang-guncang pelan tubuhnya.
"Sebentar."
"Sebentarnya aden mah beda atuh, cepetan bangun terus sarapan. Dari kemarin sore bibi galiat aden makan loh, nanti sakit."
"Udah sakit," sahut Al.
"Yasudah gausah sekolah aja, istirahat nanti bibi bawakan kesini sarapannya," bi Mina hendak pergi namun ditahan oleh tangan Al.
"Bercanda bi," ujar Al lembut.
"Bercanda dari mananya, itu mukanya pucet gitu. Aden sekarang makin kurus aja, aden boleh sibuk sama urusannya, tapi jaga diri sendiri tetep nomor satu," ujar bi Mina menasehati.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...