Chapter 44: HIDUP SIALAN

1.2K 122 14
                                    

Jika kehidupanku dapat
membahayakan, lantas mengapa
hidupku masih tetap ada dibiarkan?
~Refalden Dakara

Happy reading
Disini lah lah Al berada, sebuah tempat yang dipenuhi oleh para wanita berpakaian namun seperti tidak memakai pakaian, dan juga para lelaki yang sibuk menggodanya satu-persatu dalam kondisi mabuk. Ditamban musik DJ yang menggelegar, dan kini Al sudah meneguk beberapa gelas vodka, namun ia masih enggan untuk menghampiri mereka yang sibuk menari disana.

Rian sang pelayan di club tersebut terus memantau remaja yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Dirinya ingin sekali melontarkan beberapa pertanyaan, tapi saat Al datang ke tempat ini dengan tatapan kosong dan jiwa yang seperti entah kemana, membuat niat untuk bertanya pun ia urungkan.

"Ada minuman yang bisa langsung buat gue mati gak yan?" ujar Al linglung karena sudah terpengaruh oleh efek alkohol.

"Banyak cincong lo, mau mati mah minum bensin sana! bukan minum ginian," balas Rian sedikit di bercandakan, padahal tadi ia sempat bingung dengan pertanyaan anak itu.

"Yaudah," Al mulai beranjak pergi,namun Rian langsung mencekalnya

"Kemana?"

"Nyari bensin," Rian kira Al tidak akan menuruti perkataannya,atau apakah Al benar-benar ingin mati?

"Gila lo, gue cuman bercanda. Lo beneran udah teler deh kayaknya, gue anter lo pulang sekarang yak?" Al langsung menggeleng tanda ia benar-benar tidak mau, Rian pun langsung menyuruhnya duduk kembali.

Tanpa diketahui ada seseorang yang memotret Al dari kejauhan. Kini Al tertidur pulas dengan posisi badan yang di telungkupkan di atas meja bar, Rian yang melihat pun hanya bisa menggelengkan kepala, lalu ia segera menelpon seseorang untuk menjemput anak itu.

"Halo Bar."

"Iya Yan, kenapa?" jawab Barra di sebrang sana.

"Temen lo nih, tepar."

"Bentar-bentar, temen gue yang mana dulu?"

"Dih, mentang-mentang temen lo banyak. Si Al nih dia kebanyakan minum," ujar Rian.

"Gue kesana."

***

Sore tadi, saat Arvan pulang menuju rumah setelah mengantar Vani pulang, dirinya tidak sengaja berpapasan dengan Naya yang sedang berjalan di gerbang komplek dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya.

"Nay!" Arvan mencoba memberhentikan motornya.

"Eh, kak. Ada apa?" Naya menoleh ke arah Arvan.

"Lo jalan kaki dari sekolah?"

"Kagak lah, gue naik busway tadi. Tapi dari depan ke rumah baru jalan kaki," jawab Naya dengan mood yang bisa dibilang sedikit kurang baik.

"Terus pacar lo kaga nganter pulang?"

"Gatau tu anak tiba-tiba ngilang aja, udah ya kak gue balik dulu," Naya berlalu pergi namun terhenti oleh suara Arvan.

"Dari sini ke rumah lo jauh Nay, sini ikut gue!"

***

EXONERATE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang