Hanya bisa mengucapkan
syukur, karena Tuhan telah
memberikanku gadis sepertinya
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
Kebahagiaan telah mereka rasakan pada hari ini, melihat si empunan yang beberapa hari lalu terus terpejam kini akhirnya kedua mata itu terbuka. Mungkin sekarang Naya bahagia, tapi tidak dengan Al, terlihat ada kegelisahan dalam raut wajahnya, hal itu membuat Naya yang sedari tadi tersenyum kepadanya, seketika senyuman itu memudar."Kenapa?" Naya menghampiri Al yang seperti linglung, ditambah ia seperti menahan sesuatu.
Tidak ada jawaban apapun, Al justru memejamkan matanya. Ia tidak kembali tertidur hanya mencoba menghilangkan rasa yang sedikit tidak mengenakan dan tidak nyaman pada dirinya.
"Ada apa Nay?" sekarang Arvan yang mulai merasa aneh, ia langsung menghampirinya, mereka yang berada disana seketika terdiam.
"Gatau kak," lirih Naya.
"Kalo ada yang sakit bilang, Al," ujar Arvan.
Al membuka matanya, tatapan sendu itu melirik ke arah Arvan. "Van.."
"Kenapa hm?"
"Gue takut.." lirih Al.
"Takut kenapa?"
"Kapan sih gue sembuh? kapan masalah gue selesai? kapan ayah maafin gue? kapan Deon gak nuduh gue lagi? gaenak rasanya Van.. ditambah akhir-akhir ini gue jadi sering ketemu bunda seolah bunda pengen gue ikut dia, gue juga belum siap ikut bunda sebelum semua itu—"
Arvan mengelus pundak itu pelan. "Udah ya, jangan dulu pikirin apapun gaada yang perlu lo cemasin, hal yang lo tunggu itu semua pasti terjadi."
Al kemudian melirik ke arah Adit juga Aji, ia sedikit terkejut melihat keberadaan Sando yang juga ada disana. Temannya itu sudah siuman rupanya, terlihat baik-baik saja saat terlihat menatap Al dengan cengiran khasnya.
"Ndo, maaf."
Sando langsung menggelengkan kepalanya. "Ngapain minta maaf sih, belom lebaran ini Al. Jangan dengerin omongan si Adit biadab, dia kalo ngomong gak mikirin dulu perasaan orang emang, toh gue kemarin kek gitu juga salah gue sendiri karena kalah sama pukulan dari mereka."
"Jahat lu Ndo nyebut gue biadab, tapi bener sih, gue Al yang harusnya mesti minta maaf. Lo maafin gak? kudu maafin gaboleh engga?" paksa Adit.
"Iya Dit," Adit langsung memukul-mukul lengan Barra sanking girangnya, tak menyadari bahwa kini Barra sedang memberikan tatapan membunuh kepadanya.
"Gue juga Al," celetukan itu menarik perhatian mereka.
"Gue juga apaan ji?" tanya Aby.
"Maaf, gue mau minta maaf sama lo. Lo boleh kok kata-katain gue balik, gue udah ngata-ngatain lo jahat banget soalnya. Gue udah gak suka lagi kok sama Naya, masih banyak cewek diluar sana yang mau sama gue."
"Pede amat lu," celetuk Adit.
"Udah Ji, gue maafin kok."
"Baik banget dah hati lo, dibuat dari apaan sih," ujar Sando terharu.
"Boleh tinggalin gue sendiri gak disini? terkecuali lo Nay," ujar Al melirik Naya, mereka hanya tersenyum, tanpa sepatah kata pun mereka pergi dari ruang rawat lelaki itu, menyisakan Naya yang kini duduk di sisi ranjang Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...