Aneh sih, tapi kalo
anehnya menuju positif
ya gapapa
~ Baskara Raditya
⛓Happy reading
Hari berikutnya Al sudah diperbolehkan untuk pulang meski kemarin ia sempat drop, tapi entah seperti apa kerja tubuhnya itu, tiba-tiba esoknya remaja ini terlihat membaik, dan dokter menyarankan bahwa Al mesti beristirahat beberapa waktu di rumahnya. Mungkin keluar dari tempat ini adalah hal yang Al tunggu-tunggu, namun melihat perubahan sang ayah yang menjadi protektif membuatnya sulit untuk melakukan hal ataupun sesuatu yang sering ia lakui.Tapi disisi lain, Al merasa puas sekaligus senang dengan perubahan sikap sang ayah yang berubah perhatian padanya, walau Al terkadang berpikir mengapa harus ia sekarat terlebih dahulu agar mendapatkan perlakuan seperti ini. Padahal Al tak tau sebenarnya perubahan Reza bukan hanya karena sakitnya, melainkan ketakutannya akan hal yang mungkin bisa membahayakan putranya juga keluarganya.
"Van tolong bawa kopernya ke kamar Al!" ujar Reza yang baru saja tiba di rumah dengan Al.
"Kamu istirahat dulu aja Al, nanti ibu bangunin buat makan siang," ucap Widi, lalu diangguki oleh Al, ia bisa merasakan perubahan di rumah ini terasa nyaman juga tenang yang ia rasakan daripada sebelumnya.
"Kuat naik? atau mau ayah gendong?" Widi yang mendengar perkataan sang suami pun hanya tersenyum, tapi tidak dengan Arvan yang kini justru tertawa mendengarnya.
"Kok ketawa Van?" tanya Reza heran, perasaan tak ada yang lucu dengan perkataannya.
"Enteng banget nawarinnya, mana ada ayah kuat gendong Al, ditambah naik tangga lagi, yang ada tulang ayah terpecah belah."
"Umur ayah emang tua, tapi tenaga ayah masih muda ya! enak aja kamu ngeremehin," balas Reza, Al hanya bisa menyimak perdebatan ayah dan kakaknya yang selama ini belum pernah terlihat.
"Aku masih kuat, yah," Al akhirnya membuka suara, merekapun serempak menatapnya, lagipula ada-ada saja mana mungkin orang seperti Al yang gengsinya diatas rata-rata akan sudi diperlakukan seperti anak kecil dingendong ayahnya.
"Yasudah, sana istirahat," mereka berdua pun pergi menuju kamar Al.
Tiba di kamar, Arvan tak langsung beranjak dari kamar itu setelah meletakan koper, ia justru berbaring di kasur merebahkan tubuhnya yang beberapa hari lalu jarang ia istirahatkan. Kemudian meletakkan kedua tangannya yang dilipat di belakang kepala, dengan posisi tubuh yang setengah berbaring sambil memandang langit-langit kamar saudaranya. Dan Al, ia masih duduk di sisi ranjang, hanya punggungnya lah yang dapat Arvan lihat.
"Al.."
"Hm?" gumamnya.
Arvan merubah posisinya. "Sorry."
"Buat?"
"Apapun, termasuk yang malem itu waktu gue marah sama lo, gara-gara masalah lo sama Vani dipanggung," ujar nya yang kini duduk disebelah si empunan.
Al melirik ke arah Arvan. "Lo beneran suka dia?"
"Untuk sekarang, gatau."
"Jangan ya Van," entah apa maksud Al yang tiba-tiba melarangnya untuk tak menyukai gadis itu, Arvan hanya mengangkat setengah alisnya seolah bertanya kenapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...