Mencoba selalu yakin akan hal yang dinginginkan, dan terkabul
setelah dilaksanakan
~Refalden Dakara
⛓Happy reading
Baru saja satu hari Naya tak bertemu dengan Al, ia sudah sangat merindukan lelaki itu. Naya kini sedang berjalan di koridor rumah sakit dengan membawa jinjingan yang entah berisi apa. Sesekali ia menyapa para perawat yang hampir semua mengenalnya, ia kemudian tersenyum lebar saat di depan sana terdapat tiga anak kecil yang saat itu ia berikan hadiah."Hai! ketemu lagi kita," ujar Naya.
"Kak Naya!! kenapa kakak jadi sering kesini? siapa yang sakit?" Gian berlari memeluk Naya.
"Ada deh, rahasia," ujar Naya sedikit bercanda.
"Kak Naya jahat, main rahasia-rahasiaan," Lili menjawab dengan nada kesalnya, meski Naya hanya mencubit pelan pipinya gemas.
"Dadah, kakak pergi dulu ya!"
Sepanjang jalan Naya terus tersenyum sambil menatap paper bag yang ia bawa, lalu setelah tiba ia memasuki kamar rawat Al dengan perlahan.
"Halo! Al tebak gue- eh eh!" Naya langsung berlari menghampiri Al yang hampir terjatuh saat berusaha untuk berdiri.
"Mau ngapain sih? jangan aneh-aneh deh, kalo gaada gue yang ada lo udah nyungsep ke ubin," sewot Naya.
"Seminggu tiduran, gue sampe lupa cara jalan," Naya menggeplak dahinya sendiri mendengar perkataan Al.
"Hadeh, udah entar aja latihan jalannya, lo bukan bayi jadi kalo jatoh yang nahannya nanti keberatan," Al langsung meliriknya tajam, dan Naya hanya membalasnya dengan cengiran.
Ia membantu Al untuk kembali berbaring, meski sedikit berat tapi Naya bukanlah wanita biasa, percayalah ia hampir setara dengan kekuatan Aby jika dihitung-hitung.
Sshhh..
Al mengerutkan dahinya dan berdesis pelan saat rasa pening tiba-tiba muncul.
"Kenapa? ada yang sakit? gue panggil papi ya," Naya langsung panik melihatnya.
"Gausah."
"Pusing kan? mangkannya gausah sok-soan mau jalan sendiri, udah baring aja, tinggal liatin gue doang jadi babu lo hari ini," omongan Naya sama sekali tak Al hiraukan, ia justru memejamkan matanya guna menghilangkan rasa peningnya.
"Nay," Naya melirik dan menjawab dengan cara mengangkat kedua halisnya.
"Harusnya gue gak kayak gini kan? dengan kondisi kayak gini, gue udah buat lo celaka Nay," sambung Al datar meski terkesan lirih.
Naya terbelalak, ia berpikir bahwa Al sudah mengetahui tentang hal itu. "Lo-"
"Tau, gue tau Nay. Dan gue gagal jagain lo," Naya langsung menggeleng, ia tidak ingin terjadi hal seperti ini.
"No, lo gak gagal Al, buktinya gue gapapa. Gue bisa jaga diri gue sendiri," ia mencoba menenangkan.
Al membisu, mencoba menghalau segala kenangan juga kejadian tentang Dena yang begitu percis dengan apa yang terjadi kepada Naya. Dan lagi-lagi, itu karenanya.
Perlahan, Naya mulai menggenggam lengan Al yang sedikit gemetar itu, ia takut Al teringat dengan kejadian Dena dan kembali merasa bersalah, padahal ketakutan itu telah terjadi. "Just calm down, itu bukan salah lo, semuanya takdir Al dan terjadi secara tiba-tiba. Lo cuma harus nurut sama gue buat gak merasa bersalah."
Al mengangguk lalu menggeser tubuhnya dan menepuk pelan tempat kosong di sisinya. "Sini Nay."
"Emang boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...