Jika hidupmu merasa
tidak berguna,ingatlah.
Memang
~Anaya Aretha Rumi
⛓Happy reading
Brugh...Al mendarat sempurna, ia terpaksa harus masuk melalui jendela karena pintu utama telah terkunci."Bagus ya, sekarang kamu berani kayak gini?" suara barinton itu entah berasal dari mana, Al tak bisa melihat siapa orang itu karena lampu kamarnya belum dinyalakan. Tak lama dari itu, lampu pun menyala meski terlihat redup, dan Al akhirnya mengetahui siapa sosok disana, ternyata orang itu adalah ayahnya.
"Ngapain pulang? mending gausah pulang sekalian, karena kelakuanmu ini saya selalu kena omel ibu saya! saya gak pernah ya saat orang tua memerintah untuk pulang tepat waktu justru dilanggar. Kapan sih sikapmu itu berubah Al? saya gak pernah mengajarkan mu seperti ini," ujar Reza tanjam.
Al hanya menyungging kan senyuman. "Dan saya pun tidak pernah diajarkan untuk melakukan hal-hal yang anda mau itu."
Reza yang hendak melayangkan tangannya, namun Al langsung mencekal. "Saya baru saja bebas dari luka yang dibuat oleh anda kemarin, dan untuk sekarang, saya harus bisa menghindari hal itu."
Reza langsung menarik Al, ia membawanya ke toilet. Disana ia langsung melakukan aksinya dengan terus menerus memasukan kepala Al kedalam ember yang berisi air, Al tak bisa melakukan tindakan apapun karena ini terlalu tiba-tiba. Kejadian ini pun persis seperti beberapa tahun yang lalu, di saat Reza yang selalu melakukan ini kepadanya.
Sesekali Reza mengangkat kepalanya dan kembali memasukannya. "Puas kamu?berani sekali kamu melawan saya, seharusnya kamu sadar dan bersyukur telah saya tampung di rumah ini! kapan sih kamu pergi dari hidup saya hah?! saya terlalu muak jika melihat wajah pembunuh sepertimu!" bentak Reza.
"Muak? BUNUH SAJA KALO GITU BUNUUHH!!" Al sudah tak tahan dengan perkataan Reza yang selalu seperti ini, jika ia muak melihatnya disini, untuk apa ia masih membiarkannya hidup.
Bugh..bogeman mentah itu Reza layangkan beberapa kali ke tubuh ringkih Al yang hampir tak berdaya. "Saya gak akan berani membiarkan mu mati di tangan saya begitu saja, kamu harus menderita terlebih dahulu."
Darah segar kembali turun dari hidung mancung pemuda itu, Al tak kuasa menahan sakit di seluruh tubuhnya, pening yang semakin menjadi-jadi, ditambah dinginnya ubin lantai toilet yang begitu ketara. Al tak bisa melawan Reza dengan tangannya sendiri, karena ia sudah pernah berjanji tidak akan pernah melukainya walaupun ayahnya itu akan membunuhnya sekalipun.
"Saya gak pernah sudi mempunyai anak sepertimu, ingat! tiga orang mati karenamu, jadi jangan pernah berharap hidupmu tenang sampai kamu mati!" ucapan Reza memang begitu pelan, namun berhasil membuat Al membisu seolah seluruh tubuhnya diam kaku
membeku.Braakk...
"Al..?"Reza langsung menoleh ke sumber suara, awalnya ia sedikit terkejut saat melihat ada seorang gadis menggunakan baju tidur tengah berdiri di ambang pintu toilet dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Siapa kamu?" ujar Reza kepada gadis itu.
"Om gaperlu tau siapa saya, yang jelas Al abis diapain sama om?" ujar Naya sinis. Ya, gadis itu adalah Naya, ia mencoba untuk memasuki kamar Al karena mendengar suara gaduh disini.
"Jangan ikut campur kamu, sana keluar! tidak sopan," ujar Reza.
"Saya gabakalan keluar," Naya mencoba menjadi keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXONERATE [End]
Teen FictionRefalden Dakara, hanya seorang lelaki dengan sejuta luka, lelaki yang merasa dirinya tak begitu bermakna, dingin, datar tanpa peduli dengan sekitar. Hidupnya tak bercahaya, hanya putih, hitam, dan abu-abu saja. Kadang ia selalu bertanya-tanya, meng...